Bacaan
Alkitab
Matius
6:26-30Burung Pipit dan Bunga Bakung
6:26 Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? 6:27 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?
6:28 Dan mengapa kamu
kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa
bekerja dan tanpa memintal, 6:29 namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam
segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.
6:30 Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada
dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu,
hai orang yang kurang percaya?
Penjelasan Matius 6:26-30
Perkataan ini merupakan janji Allah kepada semua
anak-Nya bahwa Allah telah berjanji untuk menyediakan makanan, pakaian, dan
segala keperluan lainnya. Kita tidak perlu khawatir. Percayalah kepada Allah untuk
memelihara dalam kehidupan kita (Matius 6:33). Kita hanya perlu berserah
kepada-Nya.
A. Pengantar
Pada bagian bab sebelumnya kalian sudah
mempelajari, bahwa saat ini kalian ada pada zaman era digital. Apakah kalian
sadari bahwa era digital sudah membawa kita kepada refleksi akan pemeliharaan
Allah dalam hidup kalian selama ini? Bentuk pemeliharaan Allah seperti apakah
yang kalian rasakan pada era digital?
Pembahasan dalam materi ini akan mengantar
kalian pada suatu pengakuan bahwa Allah adalah segala-galanya dalam kehidupan
manusia. Semua orang beriman mengaku bahwa Allah menyertai, memelihara, dan
menyelamatkan seluruh ciptaan-Nya. Melalui pengakuan inilah kalian diajak untuk
belajar hidup bersyukur dan mengetahui cara hidup yang dikehendaki oleh Allah
sebagai bentuk pemeliharaan Allah atas kehidupan manusia.
B. Pemeliharaan Allah
Providensia berasal dari kata Latin, dari kata kerja Providare yang berarti memandang ke depan, melihat lebih dulu terjadinya sesuatu, terlebih dulu menyelenggarakan atau menyediakan sesuatu. Providensia Allah dipahami sebagai pemeliharaan Allah terhadap ciptaan-Nya dalam berbagai proses yang telah ditetapkanNya.
Alkitab memberikan banyak petunjuk bahwa setelah
selesai mencipta, Allah terus menerus memelihara kelangsungan dunia, Ia melindungi
semua ciptaan-Nya dan bertindak dalam segala peristiwa yang terjadi dalam dunia
ini, serta mengarahkan segala sesuatu pada tujuan akhir yang telah
ditetapkan-Nya (Matius 5:45; Mazmur 104:14; Ayub 37:10,12).
Petunjuk Alkitab tentang Pemeliharaan Allah
Matius 5:44-45, Tetapi Aku berkata
kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.5:45
Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang
menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan
bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.
Mazmur 104:14, Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari dalam tanah.
Ayub 37:10,12, Oleh nafas Allah terjadilah es, dan permukaan air yang luas membeku. Lalu kilat-Nya menyambar-nyambar ke seluruh penjuru menurut pimpinan-Nya untuk melakukan di permukaan bumi segala yang diperintahkan-Nya.
1 Korintus 10:26, “Bumi serta segala isinya
adalah milik Tuhan."
C.
Bagaimana Cara Allah Memelihara Kita?
Tuhan memelihara umat manusia
Dalam Ulangan 24, kita juga dapat melihat
bagaimana Allah memakai peristiwa pembebasan yang besar untuk mengingatkan
umat-Nya. Allah menginginkan umat Israel berempati terhadap sesama yang tidak
berdaya, serta menginginkan umat-Nya mengingat bahwa mereka dulu telah ditolong
untuk keluar dari perbudakan dan saat ini tiba giliran mereka untuk menolong
sesama yang membutuhkan.
D.
Menolong Sesama sebagai Inspirasi Kehidupan
Semakin berkembangnya zaman, manusia semakin individualistis. Hal ini terlihat bagaimana rasa empati kepada orang lain semakin memudar dan nilai-nilai kemanusiaan sudah mulai tidak dihormati sebagaimana mestinya. Sebagai remaja Kristen, kalian diajar untuk menaruh kasih kepada sesama, siapapun itu tanpa terkecuali. Seperti ayat Alkitab berikut yang menekankan kepedulian kepada sesama yaitu Amsal 3:27 “Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya”, dan Kisah Para Rasul 20:35 “Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima”.
Banyak orang memandang bahwa ketika kita
menolong orang lain, maka kita akan rugi (baik itu waktu, uang, tenaga, dan
lain-lain). Kita sebagai manusia diciptakan oleh Allah haruslah saling
tolong-menolong. Manusia tidak bisa hidup sendiri dan mereka membutuhkan
kehadiran manusia lainnya. Dalam konteks pemeliharaan Allah, Dia telah
memberikan kita kehidupan yang amat baik dengan segala berkat yang dilimpahkan
kepada kita. Namun, tidak hanya sampai disitu, kita sebagai orang yang telah
dipelihara oleh Allah haruslah menjadi saluran berkat bagi orang-orang yang
membutuhkan. Sebagai wujud kita mengasihi Allah yang terdapat dalam Matius 22:39 demikian: “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu
manusia seperti
dirimu sendiri”.
Dalam ayat tersebut sangatlah jelas bahwa kita dituntut untuk menaruh kepedulian kepada sesama seperti kita peduli terhadap diri kita sendiri. Namun, banyak di antara kita yang masih berpandangan bahwa menolong sesama akan merugikan diri sendiri. Hal itu merupakan sikap egois yang tidak disukai Allah.
Allah bisa memakai siapa saja untuk memelihara
umat-Nya dan Ia menyatakan pemeliharaan-Nya melalui orang-orang di sekitar kita
sebagai perpanjangan tangan Allah. Oleh karena itu, marilah kita mulai
berempati kepada orang lain. Kita telah dikasihi Allah, maka sebagai ungkapan
syukur kita harus membagikan kasih kepada orang-orang di sekeliling kita, agar mereka
dapat melihat Allah melalui kehidupan kita.
E. Allah
Tiada Henti Bekerja
Paulus adalah seorang pekabar Injil yang sangat gigih. Untuk mengabarkan Injil, ia banyak sekali mengalami rintangan dan cobaan; baik dari dalam dirinya sendiri berupa penyakit yang dideritanya (baca 2 Korintus 12:7-10) maupun cobaan dan tantangan dari luar dirinya berupa berbagai kesulitan dan penganiayaan hebat yang harus ia alami.
Dalam surat yang ditulisnya kepada Jemaat di Korintus, ia menulis, “Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian” (2 Korintus 11:23b-27).
Bisa dibayangkan betapa beratnya perjuangan pelayanan Paulus. Akan tetapi, ia tidak pernah putus asa ataupun kehilangan semangat. Paulus tetap tegar dan teguh dalam pelayannya. Apa yang membuatnya demikian? Tidak lain karena Paulus sangat merasakan bahwa Allah turut bekerja dalam segala kesusahan dan derita yang dihadapinya untuk mendatangkan kebaikan bukan hanya bagi dirinya, tetapi untuk banyak orang. Itulah sebabnya ia pun menulis, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Roma 8:28). Kalimat tersebut kalau ditulis oleh seseorang dalam keadaan senang dan berkelimpahan, mungkin akan terasa biasa saja. Akan tetapi, ini ditulis oleh Paulus yang tengah mengalami banyak sekali tantangan dan kesulitan karena pelayanannya. Sungguh luar biasa! Itu artinya Paulus tidak sekadar memberi nasihat, tetapi juga mengalaminya sendiri; bagaimana Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan.
“Dalam segala sesuatu” artinya, dalam segala keadaan; baik dalam keadaan suka, maupun duka; baik dalam sukses, maupun gagal. Tidak hanya ketika hidup kita senang dan berkelimpahan, tetapi juga ketika hidup kita menderita dengan rupa-rupa masalah dan cobaan. Allah bekerja dalam semua keadaan itu untuk mendatangkan kebaikan.
Apa respon kita,
ketika tahu bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan
kebaikan bagi kita, apakah kita bersikap pasif saja, tidak usah melakukan
apa-apa? Tidak, sebab ayat itu tidak berhenti sampai di situ. Ada
kelanjutannya, “Bagi orang yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Jadi, agar Allah bekerja dalam
segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan kita juga harus aktif, tidak boleh
hanya berpangku tangan, yaitu, dengan sungguh-sungguh mengasihi Allah dan
menaati firmanNya.
F. Cara Mengasihi Tuhan
1. Kita
sering-sering mengingat Dia
Dalam keadaan apa pun, dan ketika sedang melakukan apa pun. Misalnya, ketika bangun tidur, kita ingat Tuhan dan bertelut berdoa. Saat hendak tidur, kita juga ingat Tuhan, lalu kita berdoa. Begitu juga di tengah aktivitas kita sehari-hari. Ingatan akan Tuhan, bukan hanya akan membuat relasi kita dengan Tuhan lebih dekat, tetapi juga akan menjaga kita dari segala perasaan dan perilaku buruk. Saat hidup kita tengah dilanda susah dan sedih, kita mengingat Tuhan sehingga akan terhibur dan dijaga dari keputusasaan. Mau mencontek atau melakukan tindakan tercela lainnya, ingat Tuhan, kita pun dicegah melakukan perbuatan tersebut. Dan banyak lagi contoh lainnya.
2. Menghargai
setiap pemberian-Nya
Ada banyak pemberian Tuhan dalam hidup kita: waktu, tubuh, kesehatan, keluarga, kesempatan bersekolah, teman, guru, talenta, dan sebagainya. Seberapa besar kasih kita kepada Tuhan, bisa diukur dengan seberapa jauh kita menghargai semua itu, merawat dengan sebaik-baiknya, dan memperlakukannya dengan sebenar-benarnya. Maka, salahlah kalau kita berkata, “Tuhan, aku mengasihi-Mu.” tetapi kita terus menyia-nyiakan waktu dan talenta kita, sembarangan dan tidak peduli dengan tubuh dan kesehatan kita, tidak menghargai keluarga dan orang-orang lain di sekitar kita. Seberapa besar kita menghargai setiap pemberian Tuhan, sebegitu jugalah besarnya kasih kita kepada-Nya.
3. Selalu
berusaha untuk menyenangkanNya
Tuhan akan senang apabila kita menjadi pelajar yang rajin, yang bertanggung jawab, pekerja yang jujur, anak yang berbakti kepada orang tua, teman yang ramah dan selalu bersedia membantu orang lain, sahabat yang bisa dipercaya, atau orang Kristen yang setia dan bertanggung jawab dalam pelayanan. Lakukanlah semua itu sebagai wujud kasih kita kepada Tuhan. Sebaliknya, kalau kita tahu bahwa perbuatan atau perkataan kita akan membuat Tuhan sedih, janganlah kita lakukan. Seberapa besar kemauan dan usaha kita untuk menyenangkan Tuhan, sebegitu jugalah besarnya kasih kita kepada Tuhan.
Begitulah sikap
seseorang yang mengasihi Tuhan. Jadi, kalau kita sudah melakukan hal itu semua,
maka sesuai janji Tuhan bahwa Dia akan bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi kita. Artinya, Tuhan tidak akan mengecewakan orang
yang selalu berusaha menunjukkan kasih kepada-Nya, dalam ucapan maupun dalam
tindakan sehari-hari.
C. Penutup
Semua orang beriman mengaku bahwa Allah menyertai, memelihara, dan menyelamatkan seluruh ciptaan-Nya. Melalui pengakuan inilah kita diajak untuk belajar hidup bersyukur dan mengetahui cara hidup yang dikehendaki oleh Allah sebagai bentuk pemeliharaan Allah atas kehidupan manusia.
Alkitab memberikan banyak petunjuk bahwa setelah selesai mencipta, Allah terus menerus memelihara kelangsungan dunia, Ia melindungi semua ciptaan-Nya dan bertindak dalam segala peristiwa yang terjadi dalam dunia ini, serta mengarahkan segala sesuatu pada tujuan akhir yang telah ditetapkan-Nya.
Allah bekerja dalam segala sesuatu; suka maupun duka, untuk mendatangkan kebaikan, seperti dalam hidup Rasul Paulus. Akan tetapi, bukan berarti kita tidak usah berbuat apa-apa, hanya pasif dan pasrah. Kita harus aktif, yaitu dengan menunjukkan sikap mengasihi Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Mengasihi Tuhan
berarti: (1) Kita akan selalu mengingat-Nya. (2) Kita akan selalu berusaha
menyenangkan-Nya. (3) Kita akan selalu menghargai ssetiap pemberian-Nya. Tuhan
tidak akan mengecewakan orang yang telah berusaha menunjukkan kasih kepada-Nya.
Referensi:
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri untuk SMP Kelas VII. Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Jakarta Pusat. 2021.
Pendidikan
Agama Kristen dan Budi Pekerti / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk
SMP Kelas 8 -- Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
Alkitab Elektronik 2.00 – Alkitab Terjemahan Baru ©1974 Lembaga
Alkitab Indonesia.
Gambar dari Bing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar