|
Samuel melantik Saul menjadi Raja Israel Pertama |
A. Keluarga Saul
Saul
artinya “Diinginkan", adalah raja pertama Israel berasal dari suku
Benyamin. Ayahnya bernama Kish, dan ia berasal dari keluarga Matri.
Isteri
Saul bernama Ahinoam, anak Ahimaas. Anak-anak lelaki Saul ialah Yonatan, Yiswi
dan Malkisua. Yonatan adalah sahabat akrab Daud. Nama kedua anaknya yang
perempuan: yang tertua bernama Merab, yang termuda bernama Mikhal. Mikhal
adalah istri pertama Daud, Panglima tentaranya bernama Abner, anak Ner, paman
Saul. Kish, ayah Saul, dan Ner, ayah Abner, adalah anak-anak Abiel.
B. Pemilihan Saul menjadi Raja
Israel
Ada
dua kisah tentang pemilihan Saul menjadi raja Israel. Yang pertama mengisahkan
bahwa ia dipilih atas petunjuk Yahweh kepada Samuel (1 Samuel 9:16-17), dan
yang kedua mengisahkan bahwa ia dipilih melalui undian (1 Samuel 10:17-27).
Saul diurapi oleh Samuel, hakim terakhir bangsa Israel.
C. Akhir Hayat Saul
Akhir
masa pemerintahan Saul ditandai oleh beberapa pemberontakannya kepada Allah.
Saul tidak sabar untuk menunggu kedatangan Samuel untuk memimpin upacara
persembahan kurban sebelum ia memimpin peperangan melawan bangsa Filistin (1
Samuel 13), dan ia menolak perintah untuk menghabisi orang Amalek dan seluruh
ternaknya (1 Samuel 15). Akibatnya, Saul ditolak Allah, dan ia digantikan oleh
Daud.
Suatu
peristiwa yang menggambarkan titik nadir kehidupan rohani Saul adalah ketika ia
pergi menghubungi seorang medium perempuan di En-Dor untuk bertanya kepada roh
Samuel guna mengetahui apa yang akan terjadi dalam peperangan melawan orang
Filistin yang akan segera dihadapinya (1 Samuel 28:1-25). Ini adalah keputusan
Saul yang diwarnai oleh rasa putus asanya karena Samuel telah meninggal,
sementara Allah tidak menjawab dia.
Saul
kemudian meninggal di dalam peperangan melawan bangsa Filistin. Karena terjepit
dan tidak rela jatuh ke tangan musuhnya hidup-hidup, Saul menjatuhkan dirinya
ke pedang yang dibawa oleh pembantunya (1 Samuel 31).
Menurut
sejarawan Yahudi-Romawi abad ke-1 M, Flavius Yosefus (37-100 M), Saul menjadi
raja atas Israel selama 18 tahun ketika Samuel masih hidup, dan kemudian
memerintah sendirian selama 22 tahun.
D. Pengganti Saul
Setelah
kematian Saul, Isyboset, anak Saul, diumumkan oleh Abner, panglima pasukan
Saul, sebagai penggantinya (2 Samuel 2:8). Isyboset berusia 40 tahun saat itu
dan memerintah Israel selama dua tahun (2 Samuel 2:10). Namun sebuah kelompok
lain menyatakan Daud sebagai raja Israel. Hal ini menyebabkan pecahnya perang
antara kedua kelompok ini. Kelompok Daud akhirnya menang (2 Samuel 3:1), tetapi
perang baru berakhir setelah Abner bergabung dengan Daud (2 Samuel 3:6).
E. Refleksi Kehidupan Rohani Saul
Saul adalah raja pertama umat Israel, putra Kisy dari suku Benyamin. Kisah
tentang Saul menyita bagian terbesar 1 Samuel, dari pasal 9-31, dan
menggambarkan seorang yang amat menyedihkan dari semua hamba pilihan Allah.
Raja Saul lebih tinggi dari saudara-saudaranya. Keberaniannya sepadan
dengan kekekaran badannya. Terhadap teman-temannya ia raja, dan terhadap
musuh-musuhnya ia murah hati. Saul ialah pilihan Allah untuk melembagakan
monarki, untuk menghadirkan melalui dirinya pemerintahan Kerajaan Yahweh atas
umat-Nya. Tapi tiga kali ia nyatakan dirinya tidak layak bagi tugas untuk mana
ia telah dipilih. Namun dan kendati dalam penunjukan itu ada acuan mengenai
kelemahan watak orang yang oleh Allah -- dalam kedaulatan-Nya -- toh memilihnya
menjadi raja.
Di bawah tekanan kekuasaan bangsa Filistin, orang Israel mulai berpikir
bahwa hanya pemimpin perang yang akan mampu membebaskan mereka. Dengan menolak
kepemimpinan rohani Yahweh, yang diterapkan dalam pelayanan Samuel, mereka
menuntut seorang raja (1 Samuel 8). Sesudah memperingatkan mereka tentang bahaya pemerintahan macam itu --
peringatan yang tidak mereka gubris -- Samuel diperintahkan Allah untuk
memenuhi keinginan mereka, dan dibimbing untuk memilih Saul, yg secara rahasia
diurapinya di tanah Zuf (1 Samuel 10:1), dan mengumumkan pengangkatan itu kemudian dalam suatu
upacara umum di Mizpa (1 Samuel 10:17-25).
Segera saja Saul mendapat kesempatan menunjukkan keperkasaannya. Nahas,
orang Amon, mengepung Yabesy-Gilead dan menuntut penduduk Yabesy mematuhi
syarat-syarat penyerahan diri yang kejam. Penduduk segera meminta pertolongan
Saul yang sedang berada di seberang Sungai Yordan. Saul mengumpulkan rakyatnya
sesuai adat bangsa dan zamannya, dan sebagai satu pasukan mereka memperoleh
kemenangan besar (1 Samuel 11:1-11). Adalah menjadi bukti nalurinya yang halus, ketika ia menolak keinginan
pengikutnya pada saat itu, untuk menghukum orang-orang yang tidak mau menghormatinya
(1 Samuel 10:27; 11:12, 13).
Mengikuti peristiwa tersebut, suatu upacara keagamaan di Gilgal mengukuhkan
pengangkatan Saul sebagai raja, yg rupanya jelas memperoleh restu ilahi dengan
dikalahkannya orang Amon itu. Dengan nasihat perpisahan kepada rakyat agar
tekun dalam ketaatan kepada Allah, yang disertai tanda-tanda mujizat, Samuel
menyerahkan pemerintahan atas umat itu kepada raja baru, Saul.
Hanya dalam tiga
peristiwa -- satu di antaranya terjadi sesudah ia wafat -- nabi tua itu muncul
kembali. Setiap kali adalah untuk menegur Saul karena ketidaktaatannya kepada
syarat-syarat pengangkatannya, yaitu menaati sepenuhnya perintah Allah,
termasuk syarat terkecil sekalipun.
Peristiwa pertama, Saul, karena tidak sabar melakukan tugas keimaman
melayankan korban di Gilgal (1 Samuel 13:7-10). Karena pelanggarannya terhadap hal sakral ini, Samuel menubuatkan
penolakan terhadap dia sebagai raja. Dan Saul memperoleh petunjuk pertama,
bahwa dalam pemikiran Tuhan sudah ada orang yang dipilih-Nya untuk menggantikan
Saul.
Peristiwa kedua, ketidaktaatan Saul menyebabkan nabi Samuel mengeluarkan
pernyataan yg terkenal, "Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik daripada korban
sembelihan, memperhatikan lebih baik daripada lemak domba-domba jantan" (1 Samuel 15:22). Lagi, penolakan atas Saul sebagai pemimpin Israel
dinyatakan dan ditunjukkan secara simbolik. Samuel memutuskan semua hubungan
dengan raja yang sudah jatuh itu.
Peristiwa ketiga, Samuel muncul dari kuburnya memarahi Saul. Persoalan
apapun yang timbul sehubungan dengan kisah dukun wanita dari Endor itu (1
Samuel 28), adalah jelas bahwa Tuhan mengizinkan percakapan supranatural ini
dengan raja yang sedih itu, demi mengisi piala kejahatan Saul dan untuk
meramalkan ajalnya sudah dekat.
Di Gunung Gilboa Saul tewas dalam pertempuran,
ia jatuh atas pedangnya sendiri, (1 Samuel 31:4) bersama dengan putranya, Yonatan, yang adalah kawan karib dari Daud (2 Samuel 1:26).
Mengenai persengketaan yang lama antara Saul dan Daud, membahas aspek-aspek lain dari sifat Saul.
Adalah mempunyai arti penting, bahwa ketika Daud diurapi di hadapan umum di
Betlehem, Samuel sebelumnya telah menolak Eliab, saudara Daud yang paling
gagah. Ini mengajarkan agar jangan menganggap bahwa kekuatan alamiah dan
spiritual harus berjalan bersama-sama (1 Samuel 16:7).
Saul menjadi bahan pelajaran tentang perbedaan asasi antara manusia
jasmaniah dan rohaniah. Orang yang senama dengan dia dalam Perjanjian Baru
membedakan kedua hal itu (1 Korintus 3 dan seterusnya).
Saul hidup pada masa di mana Roh Kudus
datang kepada manusia untuk suatu jangka waktu tertentu dan tujuan khusus,
bukannya tinggal menetap mendiami anak-anak Tuhan.
Saul mudah sekali kena godaan, menjadi
murung dan pendiriannya goyah. Namun demikian, ketidaktaatannya tak dapat
diampuni karena ia memiliki kesempatan mendengar firman Tuhan yang disampaikan
oleh Samuel. Kejatuhannya lebih menyedihkan lagi, karena dia adalah tokoh dengan peranan
mewakili di tengah-tengah umat Allah.
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/saul
http://alkitab.sabda.org.
Gambar
dari Google Images
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar