Jumat, 31 Agustus 2012

Saul, Raja Israel Pertama

Samuel melantik Saul menjadi Raja Israel Pertama
Samuel melantik Saul menjadi Raja Israel Pertama

A. Keluarga Saul

Saul artinya “Diinginkan", adalah raja pertama Israel berasal dari suku Benyamin. Ayahnya bernama Kish, dan ia berasal dari keluarga Matri.

Isteri Saul bernama Ahinoam, anak Ahimaas. Anak-anak lelaki Saul ialah Yonatan, Yiswi dan Malkisua. Yonatan adalah sahabat akrab Daud. Nama kedua anaknya yang perempuan: yang tertua bernama Merab, yang termuda bernama Mikhal. Mikhal adalah istri pertama Daud, Panglima tentaranya bernama Abner, anak Ner, paman Saul. Kish, ayah Saul, dan Ner, ayah Abner, adalah anak-anak Abiel.


B. Pemilihan Saul menjadi Raja Israel

Ada dua kisah tentang pemilihan Saul menjadi raja Israel. Yang pertama mengisahkan bahwa ia dipilih atas petunjuk Yahweh kepada Samuel (1 Samuel 9:16-17), dan yang kedua mengisahkan bahwa ia dipilih melalui undian (1 Samuel 10:17-27). Saul diurapi oleh Samuel, hakim terakhir bangsa Israel.


C. Akhir Hayat Saul

Akhir masa pemerintahan Saul ditandai oleh beberapa pemberontakannya kepada Allah. Saul tidak sabar untuk menunggu kedatangan Samuel untuk memimpin upacara persembahan kurban sebelum ia memimpin peperangan melawan bangsa Filistin (1 Samuel 13), dan ia menolak perintah untuk menghabisi orang Amalek dan seluruh ternaknya (1 Samuel 15). Akibatnya, Saul ditolak Allah, dan ia digantikan oleh Daud.

Suatu peristiwa yang menggambarkan titik nadir kehidupan rohani Saul adalah ketika ia pergi menghubungi seorang medium perempuan di En-Dor untuk bertanya kepada roh Samuel guna mengetahui apa yang akan terjadi dalam peperangan melawan orang Filistin yang akan segera dihadapinya (1 Samuel 28:1-25). Ini adalah keputusan Saul yang diwarnai oleh rasa putus asanya karena Samuel telah meninggal, sementara Allah tidak menjawab dia.

Saul kemudian meninggal di dalam peperangan melawan bangsa Filistin. Karena terjepit dan tidak rela jatuh ke tangan musuhnya hidup-hidup, Saul menjatuhkan dirinya ke pedang yang dibawa oleh pembantunya (1 Samuel 31).

Menurut sejarawan Yahudi-Romawi abad ke-1 M, Flavius Yosefus (37-100 M), Saul menjadi raja atas Israel selama 18 tahun ketika Samuel masih hidup, dan kemudian memerintah sendirian selama 22 tahun.


D. Pengganti Saul

Setelah kematian Saul, Isyboset, anak Saul, diumumkan oleh Abner, panglima pasukan Saul, sebagai penggantinya (2 Samuel 2:8). Isyboset berusia 40 tahun saat itu dan memerintah Israel selama dua tahun (2 Samuel 2:10). Namun sebuah kelompok lain menyatakan Daud sebagai raja Israel. Hal ini menyebabkan pecahnya perang antara kedua kelompok ini. Kelompok Daud akhirnya menang (2 Samuel 3:1), tetapi perang baru berakhir setelah Abner bergabung dengan Daud (2 Samuel 3:6).


E. Refleksi Kehidupan Rohani Saul


Saul adalah raja pertama umat Israel, putra Kisy dari suku Benyamin. Kisah tentang Saul menyita bagian terbesar 1 Samuel, dari pasal 9-31, dan menggambarkan seorang yang amat menyedihkan dari semua hamba pilihan Allah.

Raja Saul lebih tinggi dari saudara-saudaranya. Keberaniannya sepadan dengan kekekaran badannya. Terhadap teman-temannya ia raja, dan terhadap musuh-musuhnya ia murah hati. Saul ialah pilihan Allah untuk melembagakan monarki, untuk menghadirkan melalui dirinya pemerintahan Kerajaan Yahweh atas umat-Nya. Tapi tiga kali ia nyatakan dirinya tidak layak bagi tugas untuk mana ia telah dipilih. Namun dan kendati dalam penunjukan itu ada acuan mengenai kelemahan watak orang yang oleh Allah -- dalam kedaulatan-Nya -- toh memilihnya menjadi raja.

Di bawah tekanan kekuasaan bangsa Filistin, orang Israel mulai berpikir bahwa hanya pemimpin perang yang akan mampu membebaskan mereka. Dengan menolak kepemimpinan rohani Yahweh, yang diterapkan dalam pelayanan Samuel, mereka menuntut seorang raja (1 Samuel 8). Sesudah memperingatkan mereka tentang bahaya pemerintahan macam itu -- peringatan yang tidak mereka gubris -- Samuel diperintahkan Allah untuk memenuhi keinginan mereka, dan dibimbing untuk memilih Saul, yg secara rahasia diurapinya di tanah Zuf (1 Samuel 10:1), dan mengumumkan pengangkatan itu kemudian dalam suatu upacara umum di Mizpa (1 Samuel 10:17-25).

Segera saja Saul mendapat kesempatan menunjukkan keperkasaannya. Nahas, orang Amon, mengepung Yabesy-Gilead dan menuntut penduduk Yabesy mematuhi syarat-syarat penyerahan diri yang kejam. Penduduk segera meminta pertolongan Saul yang sedang berada di seberang Sungai Yordan. Saul mengumpulkan rakyatnya sesuai adat bangsa dan zamannya, dan sebagai satu pasukan mereka memperoleh kemenangan besar (1 Samuel 11:1-11). Adalah menjadi bukti nalurinya yang halus, ketika ia menolak keinginan pengikutnya pada saat itu, untuk menghukum orang-orang yang tidak mau menghormatinya (1 Samuel 10:27; 11:12, 13).

Mengikuti peristiwa tersebut, suatu upacara keagamaan di Gilgal mengukuhkan pengangkatan Saul sebagai raja, yg rupanya jelas memperoleh restu ilahi dengan dikalahkannya orang Amon itu. Dengan nasihat perpisahan kepada rakyat agar tekun dalam ketaatan kepada Allah, yang disertai tanda-tanda mujizat, Samuel menyerahkan pemerintahan atas umat itu kepada raja baru, Saul. 

Hanya dalam tiga peristiwa -- satu di antaranya terjadi sesudah ia wafat -- nabi tua itu muncul kembali. Setiap kali adalah untuk menegur Saul karena ketidaktaatannya kepada syarat-syarat pengangkatannya, yaitu menaati sepenuhnya perintah Allah, termasuk syarat terkecil sekalipun.

Peristiwa pertama, Saul, karena tidak sabar melakukan tugas keimaman melayankan korban di Gilgal (1 Samuel 13:7-10). Karena pelanggarannya terhadap hal sakral ini, Samuel menubuatkan penolakan terhadap dia sebagai raja. Dan Saul memperoleh petunjuk pertama, bahwa dalam pemikiran Tuhan sudah ada orang yang dipilih-Nya untuk menggantikan Saul.

Peristiwa kedua, ketidaktaatan Saul menyebabkan nabi Samuel mengeluarkan pernyataan yg terkenal, "Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik daripada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik daripada lemak domba-domba jantan" (1 Samuel 15:22). Lagi, penolakan atas Saul sebagai pemimpin Israel dinyatakan dan ditunjukkan secara simbolik. Samuel memutuskan semua hubungan dengan raja yang sudah jatuh itu.

Peristiwa ketiga, Samuel muncul dari kuburnya memarahi Saul. Persoalan apapun yang timbul sehubungan dengan kisah dukun wanita dari Endor itu (1 Samuel 28), adalah jelas bahwa Tuhan mengizinkan percakapan supranatural ini dengan raja yang sedih itu, demi mengisi piala kejahatan Saul dan untuk meramalkan ajalnya sudah dekat. 

Di Gunung Gilboa Saul tewas dalam pertempuran, ia jatuh atas pedangnya sendiri, (1 Samuel 31:4) bersama dengan putranya, Yonatan, yang adalah kawan karib dari Daud (2 Samuel 1:26).

Mengenai persengketaan yang lama antara Saul dan Daud,  membahas aspek-aspek lain dari sifat Saul. Adalah mempunyai arti penting, bahwa ketika Daud diurapi di hadapan umum di Betlehem, Samuel sebelumnya telah menolak Eliab, saudara Daud yang paling gagah. Ini mengajarkan agar jangan menganggap bahwa kekuatan alamiah dan spiritual harus berjalan bersama-sama (1 Samuel 16:7).

Saul menjadi bahan pelajaran tentang perbedaan asasi antara manusia jasmaniah dan rohaniah. Orang yang senama dengan dia dalam Perjanjian Baru membedakan kedua hal itu (1 Korintus 3 dan seterusnya). 

Saul hidup pada masa di mana Roh Kudus datang kepada manusia untuk suatu jangka waktu tertentu dan tujuan khusus, bukannya tinggal menetap mendiami anak-anak Tuhan.

Saul mudah sekali kena godaan, menjadi murung dan pendiriannya goyah. Namun demikian, ketidaktaatannya tak dapat diampuni karena ia memiliki kesempatan mendengar firman Tuhan yang disampaikan oleh Samuel. Kejatuhannya lebih menyedihkan lagi, karena dia adalah tokoh dengan peranan mewakili di tengah-tengah umat Allah.

Referensi: 

http://id.wikipedia.org/wiki/saul

http://alkitab.sabda.org. 

Gambar dari Google Images



Baca juga:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar