![]() |
Orang Samaria yang baik hati |
Bahan Alkitab
1. Lukas
10:25-37
10:25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" 10:26 Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" 10:27 Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." 10:28 Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." 10:29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" 10:30 Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. 10:31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. 10:32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. 10:33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. 10:34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. 10:35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. 10:36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" 10:37 Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"
Penjelasan Lukas 10:25-37
Kitab ini menjelaskan bahwa orang percaya harus mempraktikan kasih terhadap sesame, melalui perbuatan kepada semua orang, dan tidak membeda-bedakan berdasarkan latar belakangnya. Yesus mengajarkan bahwa semua orang adalah sesama manusia yang harus juga dilayani. Orang percaya tidak cukup hanya menerima firman Tuhan dan mengetahui kebenaran. Akan tetapi tidak melakukannya, hal ini sangat tidak sesuai dengan ajaran Yesus, untuk itu Yesus berpesan bahwa perbuatlah dan lakukanlah sesuai ajaran yang telah diterima dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud kepedulian terhadap semua orang dengan tidak membuat perbedaan dalam pelayanan.
2. Yohanes
15:12-17
15:12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. 15:13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. 15:14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. 15:15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. 15:16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. 15:17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."
Penjelasan Yohanes 15: 12-17
Dalam kitab ini dijelaskan bahwa Yesus memerintahkan agar orang yang percaya kepada-Nya hidup untuk saling mengasihi, sebagaimana Ia telah mengasihi para pengikut- Nya. Yesus menyebut pengikut-Nya sebagai sahabat, karena apa yang telah diterima dari Bapa di surge, telah diberikan juga kepada para pengikut-Nya, sehingga tidak ada yang tidak dipercayakan kepada orang percaya. Untuk itu kita harus melakukan seturut perintah-Nya, karena Dia jugalah yang memilih dan menetapkan kita untuk melayani dan menjadi berkat bagi sesame, dengan dasar mengasihi semua orang, hingga Tuhan dimuliakan, melalui pelayanan yang dilakukan setiap orang percaya.
3. Matius
5:17-19
5:17 "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. 5:18 Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 5:19 Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.
Penjelasan Matius 5:17-19
Kitab ini menjelaskan bahwa Yesus datang bukan untuk meniadakan hokum Taurat, melainkan untuk menggenapinya, maka setiap orang percaya juga harus mengajarkan dan melakukan sesuai firman Allah, yang semuanya telah digenapi dalam hukum kasih terhadap sesama.
4. Matius
23:3
23:3 Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.
A. Pendahuluan
Pembahasan tentang toleransi sangatlah penting dalam negara kita,
yang terdiri dari berbagai suku, agama, etnis dan budaya, demi terciptanya
keharmonisan dan kerukunan di antara masyarakat yang berbeda-beda. Bagaimana
sikap kalian terhadap teman yang berbeda agama dengan kalian? Pengikut Yesus
Kristus perlu belajar bagaimana mewujudkan toleransi berdasarkan teladan yang
diajarkan Yesus dalam Alkitab, tidak hanya sekadar mengetahui ayat firman Tuhan,
akan tetapi juga perlu dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga remaja
Kristen dapat bergaul, belajar dan bekerjasama dengan semua orang, meskipun
dari latar belakang yang berbeda-beda.
![]() |
Keberagaman Budaya Indonesia |
B. Toleransi dalam masyarakat majemuk
Toleransi merupakan modal utama untuk dapat hidup berdampingan di tengah masyarakat majemuk. Gereja Tuhan sebagai bagian dari masyarakat plural, wajib mempraktikkan dan menghidupi pengajaran dan teladan Tuhan Yesus Kristus. Toleransi adalah nyawa kerukunan hidup, harus mendapatkan porsi maksimal pada pengajaran dan praktik kehidupan dalam interaksi sosial.
“Toleransi yang dipahami sebagai tolerantia, berarti memberi kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran.” Sebab itu dapat dipahami, istilah toleransi mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, suka rela dan kelembutan terhadap orang lain yang memilliki perbedaan pandangan dan keyakinan.
Unesco mengartikan toleransi sebagai sikap saling menghormati, saling menerima, saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan karakter manusia. Hal ini harus menjadi sikap yang tepat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, dimana kita tinggal dengan masyarakat majemuk sehingga tercipta kerukunan dan keharmonisan.
Sebab itu, kata toleransi dapat dipahami sebagai sikap, pengakuan dan penerimaan bahwa setiap orang adalah setara, sederajat, serta memilki harkat dan martabat yang sama. Dengan demikian setiap orang wajib menerima orang lain dengan sikap positif, menghargai orang lain dalam rangka menggunakan hak asasinya sebagai manusia.
Toleransi beragama merupakan sikap dan pandangan yang mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang berhubungan dengan ajaran, nilai, dan norma atau ketuhanan yang diyakininya. Setiap orang harus dihormati dan diberikan kebebasan untuk meyakini dan memeluk agama, serta melaksanakan ajaran-ajaran yang dianut atau diyakininya.
Diketahui bersama bahwa sumber utama bagi pandangan dan sikap Kristen dalam Alkitab Perjanjian Baru tentang pluralisme dan toleransi adalah teladan yang diperlihatkan Yesus. Yesus atau agama Kristen muncul, berkarya dan beredar mula-mula di dalam kalangan masyarakat dan agama Yahudi. Jadi ketika hal itu muncul, pluralitas sudah menjadi bagiannya. Orang percaya harus menjadi agen dari toleransi sebagaimana Yesus telah ajarkan bagi setiap orang percaya, kapan dan dimana pun pengikut Kristus harus menjadi pelopor dari terciptanya toleransi.
Tuhan Yesus dalam teladan hidup dan pengajaran-Nya mewariskan nilai toleransi yang terdokumentasi dengan baik dalam kitab suci Alkitab, merupakan tuntunan wajib bagi orang percaya untuk berpikir dan bertindak. Ajaran Tuhan Yesus tentang toleransi begitu tegas, lugas, dan jelas, sehingga mudah diterima. Karena itu tanpa ragu gereja Tuhan seharusnya bebas dari aksi intoleransi, apabila standar berpikir dan bertindak sesuai Alkitab. Pengajaran Tuhan Yesus Kristus tentang toleransi dapat dipahami dari berbagai pengajaran berikut, seperti perintah untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri.
Perjanjian Baru mencatat salah satu inti utama pengajaran Tuhan Yesus yang berkaitan dengan toleransi adalah mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Tuhan Yesus dalam pengajaranNya menempatkan manusia sebagai sesama yang harus dipandang dan diperlakukan sebagai objek kasih, dimana ukuran perlakuan kepada orang lain tidak mengenal batas agama, suku, dan ras, tetapi harus didasarkan pada kasih.
Perintah Tuhan Yesus untuk mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri dalam Matius 22:39, bukti nyata pengajaran Tuhan Yesus tentang posisi orang lain bagi gereja Tuhan. Dalam pengajaran Tuhan Yesus, semua orang adalah sesama yang harus dikasihi dengan standard seperti mengasihi diri sendiri. Orang lain dari agama dan keyakinan manapun adalah sesama yang harus dikasihi dan dihormati.
Setiap orang bernilai dihadapan Tuhan, sebab itu iman Kristen harus menumbuhkan sikap saling memperdulikan, memberi, menolong, memperhatikan, bahkan berkorban. “Dengan kata lain kasih melarutkan segala perbedaan. Kasih mempersatukan orang-orang yang berpotensi hidup saling membenci, menyakiti, bahkan saling membunuh.” Hal ini harus menjadi suatu budaya dari pelayanan yang dilakukan pengikut Kristus, sehingga orang lain dapat melihat bagaimana pengajaran yang dilakukan Kristus juga menjadi pelayanan bagi setiap orang percaya di sepanjang masa.
Pengajaran Tuhan Yesus untuk mengasihi sesama berulangkali dicatat dalam injil. Perintah untuk mengasihi sesama merupakan salah satu pusat dan konsentrasi pengajaran Tuhan Yesus dalam pelayananNya di bumi. Injil Yohanes mencatat bahwa Yesus memerintahkan para murid untuk saling mengasihi. Yohanes 13:35 memerintahkan para murid supaya saling mengasihi, seperti Kristus mengasihi mereka. Diperintahkan bahwa setiap murid harus saling mengasihi, dan kasih sebagai identitas murid Kristus.
Dalam pengajaran berikutnya, Yesus mengatakan dalam Yohanes 15:12, ‘Inilah perintahKu supaya kalian saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kalian. Dilanjutkan kembali dalam Yohanes 15:17, dengan tegas Yesus memberikan perintah, “Inilah perintahKu kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.” Dari berbagai perintah Tuhan Yesus tentang mengasihi sesama, memiliki makna dan pengertian yang maksimal tentang sikap orang percaya terhadap agama lain.
Semua orang adalah sesama bagi orang percaya, karena itu sikap
intoleransi sangat diharamkan. Toleransi wajib di junjung tinggi dalam praktek berpikir
dan bertindak terhadap orang lain. Perintah mengasihi setiap orang sebagai sesama
tidak boleh diabaikan, dibiarkan, atau dihina. Ditegaskan kembali dalam
pengajaran Tuhan Yesus dalam kisah orang Samaria yang murah hati (Lukas 10:25-37).
Kisah orang Samaria yang murah hati merupakan salah satu pengajaran terbaik
Tuhan Yesus tentang sesama manusia.
Pengajaran yang menghancurkan paradigma para ahli taurat yang merasa hidup berkenan kepada Allah, karena dalam kehidupan senantiasa memakai jubah agama. Kisah orang samaria yang murah hati menegaskan bahwa setiap orang adalah sesama yang patut diperhatikan dan ditolong. Identitas sebagai manusia, terletak dari cara memperlakukan orang lain seperti diri sendiri, bukan baju atau jubah agama.
Perintah Tuhan Yesus untuk mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah pengajaran dan sikap tertinggi tentang toleransi. Setiap orang adalah sesama yang wajib dikasihi, dihormati, ditolong, diperhatikan tanpa dibebani oleh pertimbangan agama dan keyakinan orang lain. Standar mengasihi dan memperlakukan orang lain yang ditetapkan dan diajarkan Tuhan Yesus adalah seperti mengasihi diri sendiri.
Standar ini sangat mudah, sederhana, mudah dicerna dan diterima. Setiap orang harus diperlakukan sebagaimana memperlakukan diri sendiri. Pengajaran Tuhan Yesus tentang mengasihi sesama seperti diri sendiri, dalam prakteknya sangat memungkinkan untuk dilakukan.
Yesus berkata: "Segala sesuatu yang kalian kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Matius 7:12). Menerima dan mengasihi setiap orang sebagai sesama merupakan pokok pengajaran Tuhan Yesus yang wajib dihidupi oleh setiap orang percaya.
Praktik intoleransi sama sekali tidak dibenarkan dalam pengajaran
Tuhan Yesus Kristus. Toleransi wajib hadir dalam praktik pemikiran dan tindakan
orang percaya dengan mengasihi orang lain seperti diri sendiri. Dan menerima bahwa
setiap orang adalah sesama, apapun agama dan kepercayaannya.
C. Membangun Solidaritas Tanpa Batas
Hidup ditengah masyarakat intoleran yang menolak atau tidak bergaul dengan orang lain, karena perbedaan adat istiadat dan keyakinan, diruntuhkan Tuhan Yesus melalui teladan dalam pengajaran yang sangat efektif. Penerimaan Yesus terhadap perempuan Samaria, adalah bentuk pengajaran yang disampaikan melalui metode praktek langsung dari Tuhan Yesus sebagai orang Yahudi, untuk meruntuhkan tembok tebal aksi intoleransi orang Yahudi terhadap orang Samaria. Orang Yahudi tidak mau bergaul dengan orang Samaria (Yohanes 4:9).
Dari teladan penerimaan Yesus terhadap perempuan Samaria, disampaikan pesan dan ajaran, bahwa Yesus tidak pernah setuju dengan perbuatan Intoleransi. Bagi Tuhan Yesus semua orang memiliki kedudukan dan derajat yang sama. Penerimaan terhadap perempuan Samaria adalah pesan dan ajaran, bahwa tidak ada suku, bangsa, ras, kelompok, atau agama, yang lebih rendah dari yang lainnya.
Yesus menerima keberadaan bangsa-bangsa lain dan mau bergaul dengan mereka, dan bukan itu saja, Yesus tidak segan-segan belajar dan mengambil contoh yang baik dari bangsa asing itu bagi ajaran moral-etisNya seperti perempuan Samaria tersebut.
Pandangan dan sikap Yesus terhadap bangsa, agama, suku lain, dalam kisah percakapan dengan perempuan Samaria, menunjukkan pengakuan dan penerimaan Yesus terhadap eksistensi mereka. Bahwa mereka adalah bangsa yang perlu diperlakukan secara baik, yaitu dengan memberikan perhatian dan mengangkat harkat martabat hidup mereka. Juga, bahwa masyarakat lain ini menjadi tempat menyampaikan kabar baik, Injil atau berita keselamatan. Supaya mereka dapat selamat, dapat dibebaskan dari belenggu kebodohan, kemiskinan, kesakitan, dan penderitaan, dan mereka dapat hidup damai sejahtera.
Dari ajaran Tuhan Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru, tampak jelas bahwa keberagaman, perbedaan, atau kemajemukan, bukan untuk dipertentangkan, atau juga pemisah kasih sebagai sesama. Perbedaan adalah karunia Allah yang memberikan warna indah dalam kehidupan. Sebab itu sikap dan pandangan eksklusif sempit harus diruntuhkan, karena menjadi penghambat memenuhi amanat Agung Kristus, menjadi saksiNya. Praktik hidup, ketika berhadapan dengan keberagaman dalam masyarakat, harus mencerminkan wajah Kristus yang akomodatif terhadap semua orang, semua agama, dan keyakinan. Kasih adalah identitas yang wajib melekat dalam diri setiap orang percaya.
Tuhan Yesus Kristus mengajarkan: “Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri”, menjadi dasarberpikir dan berperilaku orang percaya, sebab ajaran tersebut sudah nyata dalam praktik pelayanan Kristus, penerimaan kepada perempuan Samaria menjadi salah satu contohnya.
D. Menciptakan Kreatifitas dalam Solidaritas
Dengan tegas Tuhan Yesus menyatakan sikap dan pandangan-Nya terhadap hukum Taurat sebagai dasar keyakinan iman orang Yahudi. Menyikapi keyakinan mereka, dengan tegas Yesus berkata bahwa tujuan kedatangan-Nya bukan untuk meniadakan hukum Taurat, atau kitab para nabi. Tetapi tujuan kedatangan-Nya untuk menggenapinya (Matius 5:17). Pernyataan Tuhan Yesus tentang hukum Taurat tentu saja sangat sensitif bagi orang Yahudi, mengingat bahwa ‘Hukum Taurat merupakan dasar, landasan hidup keagamaan dan keyakinan bagi orang Israel sesuai Perjanjian Lama.”
Perjanjian Baru mencatat bahwa Tuhan Yesus berkali-kali menentang dan mengecam para imam-imam dan ahli-ahli Taurat sebagai petinggi dan pengajar agama Yahudi. Namun terhadap dasar keyakinan agama Israel yaitu Taurat, Tuhan Yesus sangat menghargai dan menghormatinya. Dengan tegas Tuhan Yesus menjelaskan tentang posisi hukum Taurat dalam pandangan-Nya.
Kedatangan Yesus bukan untuk meniadakan Hukum Taurat, tetapi menggenapinya. Bahkan satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi (Matius 5:17-18). Bahkan lebih lanjut, siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat, sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga (Matius 5:19).
Hukum Taurat yang ditetapkan Musa atas Israel berlaku sepanjang hidup dan pelayanan Tuhan Yesus. Namun “Dalam pengajaran-pengajaran-Nya, Yesus Kristus menguatkan Hukum-hukum Musa dengan menyatakan bahwa hokum-hukum itu harus digenapi (Matius 5:17-19). Bagi Yesus Kristus, Hukum Taurat adalah pernyataan kekal kehendak Allah yang tidak dapat diubah. Pernyataan Yesus tersebut membantah anggapan dan pemikiran orang-orang Yahudi sebelumnya; mereka semua takjub, sehingga mereka memperbincangkannya, katanya: "Apa ini? Suatu ajaran baru. Ia berkata-kata dengan kuasa. Roh-roh jahatpun diperintah-Nya dan mereka taat kepada-Nya (Markus 1:27).”
Yesus sangat menghormati dan menjunjung tinggi hukum Taurat sebagai dasar keagamaan bangsa Israel, Ia hidup sesuai dengan Hukum Taurat, tidak ada sedikitpun penolakan Yesus atas hukum Musa. “Yesus adalah orang Yahudi yang tidak menolak ajaran dan prinsip hidup orang Yahudi.
Yang ditentang oleh Tuhan Yesus adalah para pengajar taurat yang
mengajar, menafsirkan Hukum Musa diluar kebenaran. “Karena mereka atau para
pengajar Israel mengajarkan Hukum Musa, tetapi gagal menjadi teladan dari apa
yang mereka ajarkan.” Realitas tersebutlah yang menjadi alasan Yesus berkata;
“Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan
kepadamu, tetapi janganlah kalian turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena
mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya (Matius 23:3). ‘
E. Refleksi
Toleransi merupakan modal utama untuk dapat hidup berdampingan di tengah masyarakat majemuk. Gereja Tuhan sebagai bagian dari masyarakat plural wajib mempraktikkan dan menghidupi pengajaran dan teladan Tuhan Yesus Kristus. Toleransi adalah nyawa kerukunan hidup, harus mendapatkan porsi maksimal pada pengajaran serta praktek kehidupan dalam interaksi sosial.
Orang percaya perlu meneladani apa yang Yesus telah pratikkan dalam Alkitab untuk kita memperlakukan sesama seperti diri sendiri. Teladan penerimaan Yesus kepada perempuan Samaria menjadi contoh bagi orang percaya untuk tidak menolak orang lain yang berbeda kehidupannya dengan kita.
Yesus adalah guru agung yang sangat efektif dalam menyampaikan ide, gagasan dan pemikiranNya. Hidup ditengah masyarakat intoleran yang menolak atau tidak bergaul dengan orang lain karena perbedaan adat istiadat dan keyakinan diruntuhkan Tuhan Yesus melalui teladan dalam pengajaran yang sangat efektif.
Penerimaan Yesus terhadap perempuan Samaria adalah bentuk pengajaran yang disampaikan melalui metode praktek langsung dari Tuhan Yesus sebagai orang Yahudi, untuk meruntuhkan tembok tebal aksi intoleransi orang Yahudi terhadap orang Samaria, orang Yahudi tidak mau bergaul dengan orang Samaria. Orang percaya dipanggil dan diutus Tuhan untuk menjadi berkat kepada semua orang.
Hukum harus ditegakkan, namun kasih dan penerimaan memampukan manusia memahami bahwa semua orang memiliki sisi gelapnya masing-masing. Ajaran Tuhan Yesus tentang toleransi, atau sikap menerima sesama dalam kasih Kristus menyadarkan semua ahli-ahli taurat dan orang-orang Farisi bahwa mereka juga adalah orang berdosa yang tidak lupat dalam dosa dan kelalaian.
Sikap toleransi Tuhan Yesus dalam kasus perempuan yang berzina, memberikan pelajaran penting bahwa toleransi terwujud ketika ada kasih, maaf, pengampunan dan penerimaan. Tanpa semuanya itu akan terbentuk sikap dan praktik hidup merasa diri lebih baik, lebih benar, lebih unggul, dan lain sebagainya yang menyeret kepada praktik intoleransi.
Teladan Kristus tentang makna dan arti toleransi tergambar jelas dari perkataan, tindakan dan perlakuanNya kepada perempuan yang berzina tersebut. Yesus bukan saja tidak menghukumnya, tetapi menerimanya dengan penuh kasih. Bahkan lebih dari itu, Bagian ini diakhiri dengan Yesus yang membiarkan perempuan itu pergi dengan selamat. Yesus tidak membiarkannya binasa, tetapi menyelamatkannya dari kegelapan. Hendaknya teladan Yesus ini menjadi landasan bagi orang percaya, tidak hanya pandai pada akademik, tetapi juga disertai dengan praktik hidup terhadap sesama.
Referensi:
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri untuk SMP Kelas VII. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Jakarta Pusat. 2021. Alkitab Elektronik 2.00 – Alkitab Terjemahan Baru ©1974 Lembaga Alkitab Indonesia. Gambar dari Bing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar