Bahan Alkitab
Mazmur 119: 9
Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.
1 Petrus 3: 10–12
3:10 "Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu. 3:11 Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya. 3:12 Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat."
Matius 5: 6
Berbahagialah orang yang lapar dan
haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Hidup Bermakna bagi Lingkungan Sekolah |
A. Pendahuluan
Memaknai arti kehidupan termasuk bagaimana remaja memaknai hidupnya sangatlah berarti untuk kita semua, agar lebih mensyukuri berkat yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Makna adalah pemahaman tertentu yang kita ciptakan terhadap diri sendiri, orang lain, dan kehidupan. Sedangkan arti kehidupan adalah hal atau cara yang berhubungan dengan hidup, sehingga pemaknaan atas kehidupan menyangkut pemahaman yang kita ciptakan sendiri atas hidup. Pemaknaan terhadap kehidupan hanya dapat dilakukan secara baik dan benar apabila dalam proses pemaknaan tidak dilakukan secara parsial atau sebagian-sebagian. Banyak cara tersedia untuk mencapai hidup yang lebih bermakna. Tentu saja makna itu tidak diciptakan oleh kehidupan atau lingkungan. Kitalah yang diberi hak untuk menciptakan makna atas kehidupan. Karena kita yang menciptakan, maka sifatnya berupa pilihan. Kehidupanmu sebagai remaja diharapkan bermakna bagi lingkungan.
Kehidupan bermakna di dalam Tuhan
adalah kehidupan yang dinamis, progresif, dan konstruktif. Dasarnya adalah
firman Tuhan, berpikir positif, bersikap, dan bertindak positif. Kehidupanmu
akan lebih bermakna apabila kamu sanggup berpedoman pada dasar hidup yang
positif dan mencerahkan. Memaknai tugas seperti tugas-tugas di sekolah perlu
dianggap sebagai tantangan akan lebih positif ketimbang kamu memaknainya
sebagai tekanan. Dalam lingkungan sekolah, memaknai kegagalan bukan semata-mata
sebagai kehancuran tetapi lebih sebagai suatu gerbang kesuksesan yang tertunda.
Memaknai kritikan bukan sebagai keburukan tetapi sebagai lecutan yang
menyemangatkan jiwa. Seperti ketika kita memandang gelas yang berisi setengah
airnya, bukan gelas yang kosong setengah. Kehidupan akan lebih bermakna ketika
kamu mampu memaknai setiap kehidupan secara lebih positif.
B. Pentingnya Makna Hidup bagi Manusia
Tokoh pelopor perkembangan teori makna hidup yang sangat terkenal adalah Victor Emil Frankl. Victor Emil Frankl lahir di Austria tahun 1905 dan meninggal pada tahun 1997. Pada tahun 1943 ia dengan istrinya serta orang tuanya ditangkap oleh pemerintah Nazi, Jerman dan dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi.
Gambar Victor Emil Frankl |
Hidup mereka sangat berat dan penuh penderitaan. Mereka berpindah-pindah dari satu kamp ke kamp konsentrasi yang lain. Di kamp konsentrasi, dia dipisahkan dari istri dan kedua orangtuanya. Istri dan kedua orangtuanya kemudian dibunuh. Hanya saudara perempuannya yang selamat.
Meskipun ia sangat menderita dan
menyaksikan penderitaan begitu banyak orang di sekitarnya, ia berhasil
merefleksikan hidupnya dan menyimpulkan bahwa bahkan dalam situasi yang paling
sengsara, menyiksa, dan tidak manusiawi sekalipun kehidupan dapat bermakna.
Kesimpulan ini pada akhirnya dikembangkan menjadi pendekatan ”logoterapi” untuk
menolong orang lain.
Logoterapi berasal dari kata logos (bahasa Yunani) yang berarti makna dan juga rohani (spiritualitas). Sedangkan terapi adalah suatu penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi adalah suatu pertolongan yang mengakui adanya dimensi spiritual pada manusia, di samping dimensi ragawi dan kejiwaan. Logoterapi berpandangan bahwa makna hidup dan hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama manusia guna mencapai suatu taraf kehidupan bermakna yang diinginkannya.
Konsep Logoterapi
Ketiga asas di atas tercakup dalam
konsep logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna hidup dijelaskan
sebagai berikut.
a. Dalam setiap keadaan, termasuk
dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu mempunyai makna.
b. Kehendak untuk hidup bermakna
merupakan motivasi utama setiap orang.
c. Dalam batas-batas tertentu manusia
memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan, dan
memenuhi makna serta tujuan hidupnya.
d. Hidup bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai bersikap.
Dalam Man’s Search for Meaning, Frankl mengatakan: ”Tidak terlalu penting apa yang kita harapkan dari kehidupan? Akan tetapi, yang penting ialah apa yang diharapkan oleh kehidupan dari kita. Kita harus berhenti bertanya apakah makna kehidupan, dan sebaliknya memikirkan diri kita sendiri sebagai pihak yang ditanyai oleh kehidupan setiap hari dan setiap jam. Jawaban kita bukanlah lewat kata-kata dan meditasi, melainkan dalam tindakan dan perilaku yang tepat. Kehidupan pada akhirnya berarti memikul tanggung jawab untuk menemukan jawaban yang tepat bagi masalah-masalahnya dan memenuhi tugas-tugas yang terus-menerus diberikan kepada setiap pribadi.”
Dapat disimpulkan juga, ketika
individu menyatakan bahwa hidupnya itu bermakna, berarti dia:
a. Secara positif berkomitmen terhadap
suatu konsep makna hidup.
b. Konsep makna hidup itu
memberikannya suatu kerangka acuan atau tujuan untuk memandang kehidupannya.
c. Ia memandang kehidupannya berkaitan dengan atau memenuhi konsep hidup tersebut.
Menurut Frankl ciri-ciri orang yang
merasakan hidup bermakna dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Menciptakan karya atau melakukan
perbuatan yang baik.
b. Mengalami sesuatu yang indah atau
menjumpai seseorang yang kita cintai.
c. Menentukan sikap yang tepat ketika kita harus berjumpa dengan penderitaan yang tidak terhindarkan.
Semua ini adalah pengalaman-pengalaman yang diperoleh Frankl sendiri di kamp konsentrasi. Ia berusaha melakukan perbuatan baik, bahkan ketika ia berada dalam situasi yang sangat menderita dan sangat tidak baik. Ia terus berusaha mengobarkan cintanya kepada keluarganya dan orang lain, bahkan ketika ia kehilangan kedua orang tua dan istrinya. Akhirnya, bahkan ketika ia harus menderita, ia berusaha tidak tenggelam di dalam penderitaannya itu. Sebaliknya ia menjadikan penderitaannya sebagai pelajaran yang penting untuk memahami kehidupan secara lebih mendalam.
Ketika Frankl berhasil menemukan makna
hidupnya di kamp konsentrasi, hal itu memberikan kepadanya semangat untuk
bertahan. Sementara itu, ada banyak tahanan lain yang mati karena depresi atau
tidak tahan menyaksikan rekan-rekannya menderita. Frankl mengatakan, ”Di kamp konsentrasi saya menemukan dua macam
tahanan, yaitu mereka yang melihat ke luar dari kisi-kisi penjara dan hanya
melihat gelapnya malam dan suasana yang suram di luar sana. Mereka yang melihat
ke luar, menengok ke atas menyaksikan gemerlapnya bintang di angkasa. Mereka
yang hanya melihat gelapnya malam akhirnya tewas di kamp konsentrasi. Sebaliknya,
mereka yang menikmati gemerlap bintang di angkasa berhasil bertahan hingga
perang selesai dan mereka dibebaskan.”
C. Hidup Bermakna dalam Perspektif Mengasihi Sesama
Untuk memahami hidup yang bermakna, kita perlu memahami arti hidup dalam kekristenan. Sikap yang paling penting sebagai identitas orang Kristen adalah hidup yang berpusat pada ”firman Allah”. Firman Allah menjadi penuntun, pemimpin, dan pengoreksi hidupmu. Firman Allah menjadi batas dan pengontrol bagi kamu sehingga kamu tidak keluar dari jalan-Nya (bdk. Mzm. 119: 105). Hidup manusia bukan sekadar makan, minum, dan bersenang-senang. Akan tetapi, hidup manusia itu berasal dari Allah dan karenanya harus didasarkan pada setiap firman Allah. Dalam Mazmur 23, misalnya Daud menggambarkan bagaimana ia memperoleh keberanian di tengah-tengah menghadapi marabahaya dan ketakutan. Firman Allah menjadi sumber kehidupan dasar iman yang paling hakiki. Hidup beriman berarti dalam kehidupan ini kamu menyerahkan seluruh keberadaan hidup kepada Tuhan.
Sebagai orang Kristen, hidup yang bermakna dikaitkan dengan relasi yang baik antara manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dan dengan sesamanya. Yewangoe (1983) menyatakan bahwa hubungan manusia dengan Allah antara lain diwujudkan terutama dalam ibadah yang dilakukan manusia. Relasi ini tampak dalam setiap praktik keagamaan baik yang sederhana maupun yang lebih kompleks.
Ibadah atau ritual tidak boleh dijalankan sekadar sebagai ritualisme, sebagai kegiatan hampa yang tak bermakna. Sebaliknya, lewat ibadah mestinya kita diingatkan terus-menerus akan hubungan yang harus dipelihara dengan Allah dan sesama kita.
Hubungan yang baik dengan Allah saja tidak cukup. Allah juga menghendaki agar kita membangun relasi yang baik dengan sesama. Ini merupakan perwujudan prinsip hukum kasih yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus mengungkapkan bahwa kasih kepada Allah tidak mungkin dapat dilepaskan dari kasih kita kepada sesama manusia (Mat. 22: 37–40).
Salah satu tindakan nyata dari mengasihi Allah adalah mengasihi sesama. Penulis Injil Yohanes mencatat bahwa seseorang tidak dapat berkata ia mengasihi Allah jika ia tidak mengasihi saudaranya (1 Yoh. 4: 12–21). Tuhan Yesus menempatkan pentingnya kasih terhadap sesama manusia langsung setelah hukum untuk mengasihi Allah. Kasih Allah memampukan orang Kristen untuk saling mengasihi dan mengasihi sesama, bahkan dalam keadaan yang sangat sulit sekalipun. Mengapa demikian? Karena kasih itu bukan berasal dari diri sendiri, melainkan karena Allah sendiri yang memampukan kita untuk melakukannya. Inilah janji yang diberikan Tuhan kepada setiap orang percaya dan mengasihi-Nya (1 Yoh. 4: 16–17).
Tuhan Yesus Kristus telah memberikan
makna hidup bagi kita manusia. Ia menebus dosa kita dan menyelamatkan kita.
Melalui penderitaan dan kematian-Nya, manusia diperdamaikan kembali dengan
Allah dan sesamanya.
D. Hidup Bermakna di Lingkungan Sekolah
Ketika kamu mendengar kata ”sekolah”, apa yang pertama kali terbersit dalam pikiranmu? Apakah sekolah berarti bangunan dengan arsitektur tertentu ataukah para siswa dengan seragam dan perlengkapan yang dimiliki?
Sekolah adalah unit sosial yang dibentuk untuk menolong kita bertumbuh dan memperoleh pengetahuan. Sebagai suatu organisasi, sekolah mempunyai suatu sistem yang terkait dengan sistem lainnya di luar sekolah. Misalnya, orang tua siswa, masyarakat di sekitar sekolah, dan berbagai dinas yang ada di masyarakat. Hubungan antara sekolah dengan sistem lain bersifat hubungan timbal balik dan saling mengisi.
Suasana kelas di sekolah bisa hidup dan mati. Suasana yang hidup ditandai dengan para siswa yang aktif dan responsif, sedangkan suasana kelas yang mati ditandai dengan siswa yang pasif. Suasana kelas harus diusahakan hidup sehingga baik guru maupun siswa dapat menikmati kebersamaan dan menjadi berkat bagi sesamanya. Guru menjadi berkat bagi siswanya, sebaliknya siswa menjadi berkat bagi guru dan sesama siswa.
Dalam lingkungan sekolah tentunya kamu juga ingin menemukan makna hidup. Banyak usaha yang dilakukan oleh orang-orang di lingkungan sekolah untuk menemukan makna hidup. Dengan menemukan makna hidupnya, manusia memang menjadi bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Dalam usaha menemukan makna hidup, manusia melakukan berbagai cara. Misalnya, ada sebagian orang dalam mencari makna hidup memusatkan perhatian pada pemenuhan kebutuhan jasmani melalui harta kekayaan. Dalam lingkup sekolah, sebagian orang menganggap makna hidup dapat ditemukan dengan memiliki kepandaian dan ilmu sebanyak-banyaknya, karier dan jabatan setinggi-tingginya, gelar yang tinggi, atau pun popularitas. Semua itu tidak salah. Namun makna hidup dapat ditemukan bukan hanya dalam semua yang disebutkan tadi. Sebaliknya dalam keadaan yang menderita, maupun tertekan manusia juga dapat menemukan makna hidup. Penghayatan akan penderitaan dan tanggapan apa yang kamu berikan saat mengalami kesulitan akan memotivasi kamu untuk menemukan makna hidup.
Di dalam iman Kristen, penemuan makna hidup dapat ditemukan pada pribadi Yesus sebagai pemberi makna hidup manusia. Tuhan Yesus, Sang Guru Agung yang selalu mengasihi dan mengajarkan kasih kepada sesama manusia, mengajarkan kepada kita bagaimana menemukan makna hidup. Yesus mengatakan, ”Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Mat. 16: 25–26). Yesus rela kehilangan nyawaNya dalam menjalankan tugas Bapa-Nya yang di surga. Karena itulah maka hidup-Nya menjadi bermakna. Ketika kita juga menerapkan kasih di dalam kehidupan kita, maka tujuan hidup kita pun akan tercapai.
Ada beberapa aspek penting yang dapat
membantu kamu sebagai remaja untuk memaknai hidupmu di lingkungan sekolah.
Beberapa aspek tersebut sebagai berikut:
1. Makna ditentukan oleh lingkup
situasi yang merupakan pengalaman dasar dalam kebermaknaan di sekolah, terutama
dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
2. Makna bagi remaja di sekolah dapat
diwujudkan melalui berbagai kondisi yang berbeda. Kondisi tersebut dapat
diungkapkan melalui berbagai kecerdasan (kecerdasan majemuk) yang sekaligus
sebagai talenta karunia Tuhan untuk dikembangkan. Jadi, ungkapan atau aktualisasi
diri tersebut tidak harus diseragamkan.
3. Motivasi belajar siswa ternyata
merupakan faktor utama yang cukup bermakna dalam menentukan keberhasilan
studinya. Kadar motivasi tersebut ditentukan oleh sejauh mana kebermaknaan
bahan pelajaran maupun kegiatan pembelajaran dari siswa yang bersangkutan.
Maka, kebermaknaan bahan pelajaran maupun proses belajar siswa memiliki peran
yang sangat signifikan dalam keberhasilan belajar para siswa.
4. Bahan pelajaran maupun kegiatan
pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi para siswa, apabila media tersebut
dihubungkan dengan pengalaman, perhatian, minat siswa, dan masa depannya.
5. Siswa merupakan subjek yang utama. Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar di sekolah, siswa tidak boleh menjadi objek belaka. Kamu sendiri harus menentukan kebermaknaan proses belajar-mengajar di sekolah.
Jadi, dapat disimpulkan bagaimana kamu
memahami dan menghayati lingkungan sekolah, sangat tergantung dari tujuan dan
pilihan yang kamu ambil? Apakah sekolah hanya menjadi tempat untuk mengisi
waktu dalam kehidupan ini, atau untuk mengikuti keinginan orang tua, ataukah
menjadi wahana yang bermakna bagi pengembangan kehidupan pribadimu, juga bagi
Tuhan dan sesama? Semuanya ikut ditentukan oleh sikapmu sendiri terhadap
sekolah dan masa depanmu.
E. Kaitan Hidup Bermakna dengan Iman Kristen
Dalam kehidupan kristiani, iman Kristen memiliki tempat yang sentral, sekaligus menjadi identitasmu terutama di tengah orang lain yang memiliki iman yang berbeda dengan kamu. Iman juga berperan sangat penting dalam memaknai hidupmu. Lalu apa artinya iman Kristen? Mengapa kamu perlu belajar mengembangkan iman Kristen?
Sejak komunitas Kristen mulai hadir dan bertumbuh, tujuan komunitas adalah untuk membantu menumbuhkan konteks agar iman dapat bertumbuh, dihayati, dan ditopang. Bukan berarti apabila kita belajar agama Kristen, maka kita akan memiliki iman. Dalam perspektif kristiani, kita menerima bahwa pada dasarnya iman berasal dan ditumbuhkan serta dianugerahkan oleh Tuhan sendiri. Tuhan Yesus mengungkapkan mengenai hal ini dalam Yohanes 15: 16, ”Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Selanjutnya sesuai dengan hal itu, Rasul Paulus mengungkapkan keyakinannya tentang iman Kristen dalam Efesus 2: 8, ”Sebab kasih karunia, kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah”. Jelas bahwa iman adalah karunia dan digerakkan oleh Tuhan, bukan karena usaha maupun kepandaian para pengajar.
Memang proses belajar-mengajar tidak otomatis dan tidak berarti dapat secara langsung menyebabkan tumbuhnya iman seperti analogi orang makan obat yang dapat langsung sembuh. Iman adalah pemberian Allah. Iman bertumbuh karena adanya respons atau tanggapan terhadap firman karunia Tuhan. Iman menjadi nyata dan efektif karena karya Roh Kudus dalam hati dan kehidupan manusia.
Meskipun iman itu berasal dari Allah, Tuhan berkenan menggunakan aktivitas belajar mengajar menjadi suatu wahana dinamika di mana iman dapat berkembang dan semakin nyata, dirasakan serta hidup.
Thomas Groome (1990) mengungkapkan
bahwa iman memiliki tiga ranah penting, yaitu sebagai suatu keyakinan, sebagai
tindakan mempercayai, dan sebagai tindakan atau perbuatan.
1. Iman sebagai keyakinan. Di sini
iman berada dalam ranah kognitif atau pemikiran. Meskipun demikian, iman tidak
boleh direduksi atau dipersempit hanya pada ranah kognitif seperti penekanan
yang terjadi selama ini dalam proses belajar mengajar.
2. Iman sebagai suatu tindakan
mempercayai. Di sini iman berada dalam ranah afektif (menekankan perasaan) yang
mempercayakan dan mempertaruhkan diri kepada Allah dalam diri Tuhan Yesus
Kristus. Ungkapan ini dapat terwujud pada adanya sikap hormat, menyerahkan
diri, berbakti, setia, mengasihi, dan memuliakan Allah.
3. Iman sebagai suatu perbuatan. Di sini iman berada dalam ranah psikomotorik atau tingkah laku. Iman dilihat sebagai suatu tanggapan terhadap kasih Allah. Yakobus mengungkapkan bahwa ”iman tanpa perbuatan adalah mati”. Perbuatan merupakan aktivitas ranah psikomotorik. Sesungguhnya kehendak Allah tidak hanya cukup dimengerti dan dirasakan, namun harus dilakukan (Mat. 7: 21). Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk mengintegrasikan apa yang kita percayai dengan tindakan nyata kita. Misalnya dalam memberlakukan nilai-nilai kasih, keadilan, persekutuan, kejujuran, dan menghargai orang lain.
Dari ungkapan di atas, maka jelas
bahwa ketiga aspek tersebut merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan ataupun dipersempit dengan menekankan satu aspek tertentu
saja. Apabila iman seperti ini diberlakukan di kehidupan sekolah, maka hidupmu
menjadi lebih bermakna.
F. Hidup Bermakna dengan Mengembangkan Kecerdasan Majemuk
Remaja sering merasa bosan dan jenuh dengan tugas-tugas dan pelajaran mereka. Ada yang merasa terlalu bodoh dalam mempelajari bahasa asing. Sedangkan yang lainnya merasa tidak mampu mengolah pelajaran-pelajaran eksakta yang dianggap terlalu ruwet dan membuat sakit kepala, yang lainnya lagi merasa pelajaran ilmu-ilmu sosial seperti sejarah dan geografi membosankan. Kata-kata ”Kamu memang bodoh!” sering membuat dirinya patah semangat. Benarkah saya bodoh?
Howard Gardner dari Universitas Harvard (1993), dalam Multiple Intelligences mengemukakan teori tentang kecerdasan yang meninggalkan pemahaman yang tradisional. Selama ini orang beranggapan bahwa kognisi manusia bersifat satu kesatuan dan setiap pribadi adalah makhluk yang memiliki kecerdasan yang dapat dinilai dan diukur secara tunggal. Karena itulah, umumnya program pendidikan hanya dibatasi dalam dua aspek saja, yaitu kecerdasan bahasa atau linguistik dan kecerdasan matematik. Akibatnya, bentuk-bentuk kecerdasan yang lain kurang dihargai. Siswa pun dianggap gagal apabila tidak menunjukkan ”kecerdasan akademik tradisional”. Mereka kurang mendapat penghargaan, sehingga mereka sulit mewujudkan potensi-potensi mereka dan akibatnya mereka tidak percaya diri. Akhirnya, mereka larut di sekolah maupun di lingkungannya.
Howard Gardner menemukan bahwa ternyata ada berbagai macam kecerdasan yang dapat diukur dengan kriteria tertentu. Menurut Gardner kapasitas manusia jauh lebih luas dan tidak hanya bertumpu kepada ”teori kecerdasan tunggal”. Teori Gardner ini menolong kita untuk menghasilkan sistem pendidikan yang lebih bermakna dan terbuka terhadap berbagai kemungkinan bagi pikiran, kemampuan, dan masa depan manusia.
Dalam bukunya, Frames of Mind, Gardner mengungkapkan teorinya tentang kecerdasan majemuk. Kini kecerdasan majemuk dapat diidentifikasi menjadi delapan macam yaitu: (1) bahasa, (2) logis matematis, (3) ruang, (4) tubuh kinestik, (5) musik, (6) antarpribadi, (7) intrapribadi, dan (8) naturalis.
Kecerdasan majemuk tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Kecerdasan bahasa. Penekanan cara
berpikir biasa menggunakan kata-kata. Hal-hal yang disenangi dan berguna untuk
proses belajar antara lain membaca, menulis, bercerita, dan permainan kata.
b. Kecerdasan logis matematis.
Penekanan cara berpikir memberikan alasan. Hal yang disenangi dan berguna untuk
proses belajar, yaitu bereksperimen, bertanya, membuat kalkulasi, menganalisis,
mendalami, dan mengembangkan ilmu yang bersifat matematis.
c. Kecerdasan ruang. Cara berpikir
menggunakan gambar dan imajinasi. Hal yang disenangi dan berguna untuk proses
belajar, yaitu membuat desain, menggambar, membuat visualisasi, dan hal-hal
yang berkaitan dengan kesenian.
d. Kecerdasan tubuh kinestik. Cara
berpikir melalui pancaindera. Hal-hal yang disenangi dan berguna untuk proses
belajar antara lain menari, berlari dan melompat, membangun sesuatu, olahraga,
permainan fisik, pekerjaan tangan/prakarya serta hal-hal yang berkaitan dengan
gerakan tubuh.
e. Kecerdasan musik. Penekanan cara
berpikir melalui ritme dan melodi. Hal yang disenangi antara lain menyanyi,
bersiul, mengetuk dengan tangan dan kaki, mendengarkan, memainkan alat musik.
f. Kecerdasan antarpribadi. Penekanan
cara berpikir melalui ide-ide pribadi maupun ide dari orang lain. Hal-hal yang
disenangi antara lain membuat koordinasi, memimpin, pertemuan sosial dan
dinamika kelompok.
g. Kecerdasan intrapribadi. Penekanan
cara berpikir pendalaman melalui pemikiran mandiri. Hal yang disenangi antara
lain membuat tujuan secara mandiri, berimajinasi, meditasi, menyenangi
ketenangan, dan membuat proyek secara pribadi.
h. Kecerdasan naturalis. Penekanan cara berpikir melalui lingkungan. Hal-hal yang disenangi antara lain hal-hal yang berkaitan dengan alam, tumbuh-tumbuhan, hewan, lingkungan sekitar, alam terbuka, serta penghormatan kepada hal-hal alamiah.
Ketika kita mampu mengembangkan kemampuannya yang khusus, yang tidak hanya dibatasi pada kemampuan-kemampuan tradisional seperti matematika, bahasa dan linguistik, maka kita akan mampu menemukan hidupnya lebih bermakna. Kita akan mampu lebih berperan dengan baik di tengah lingkungan sekolah dan keluarga. Masalahnya, kecerdasan yang lain-lain itu perlu ditemukan, diidentifikasi, dan dikembangkan. Berdasarkan kecerdasan yang dimiliki dapat dikembangkan gaya belajar yang sesuai sehingga kita akan lebih percaya diri dari pada yang lain. Kita akan menemukan bahwa ternyata hidup kita sungguh bermakna dan lebih menyenangkan, sehingga lebih besar pula kemungkinan mereka untuk mencapai sukses.
Pengembangan kecerdasan majemuk juga
dapat dikembangkan dalam liturgi kebaktian, khususnya untuk kebaktian di
sekolah atau kebaktian remaja yang kreatif. Kebaktian seperti ini dapat menjadi
sarana untuk mengkomunikasikan Injil dalam masyarakat modern, agar kebaktian
menjadi lebih menarik, relevan, dan bermakna.
G. Penutup
Setiap orang memiliki makna hidup yang
dialami dalam setiap situasi. Makna hidup harus dicari dan ditemukan sendiri
oleh orang yang bersangkutan. Apabila hasrat hidup bermakna tersebut terpenuhi,
orang yang bersangkutan akan merasakan kehidupannya bermakna. Kehidupan pribadi
orang Kristen dapat bermakna ketika hidupnya berjalan dalam firman Allah, hidup
berpengharapan, hidup beriman kepada Tuhan serta menjalani hidup dalam kasih.
Ketika kamu dapat menjalani hal-hal tersebut, maka kehidupanmu menjadi bermakna
bagi diri sendiri, sesama, dan Tuhan. Hidup akan menjadi lebih bermakna apabila
remaja dapat mengenali kecerdasan diri, bakat dan kemampuan, serta mampu
mengembangkannya, untuk proses belajar.
Referensi:
Pendidikan Agama Kristen dan Budi
Pekerti Untuk SMP Kelas IX / Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.-- Edisi Revisi. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2018.
Gambar lingkungan sekolah https://edukasi.sindonews.com
Baca juga:
PAK Kelas 9 Semester 2 | |
01 | |
02 | |
03 | |
04 | |
05 | |
06 | |
07 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar