Senin, 25 Oktober 2021

Gereja Peduli Kepada Sesama yang Sakit

 Bahan Alkitab: 

Tuhan adalah Gembalaku
Tuhan adalah Gembalaku

Mazmur 23

23:1 Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. 23:2 Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; 23:3 Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. 23:4 Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. 23:5 Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. 23:6 Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa. 

Matius 15: 29–31

15:29 Setelah meninggalkan daerah itu, Yesus menyusur pantai danau Galilea dan naik ke atas bukit lalu duduk di situ.

15:30 Kemudian orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya membawa orang lumpuh, orang timpang, orang buta, orang bisu dan banyak lagi yang lain, lalu meletakkan mereka pada kaki Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya. 15:31 Maka takjublah orang banyak itu melihat orang bisu berkata-kata, orang timpang sembuh, orang lumpuh berjalan, orang buta melihat, dan mereka memuliakan Allah Israel. 

Yohanes 10

10:1 "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok; 10:2 tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. 10:3 Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. 10:4 Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. 10:5 Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal." 

10:6 Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka. 10:7 Maka kata Yesus sekali lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu. 10:8 Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka. 10:9 Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. 10:10 Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. 

10:11 Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; 10:12 sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. 10:13 Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. 10:14 Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku 10:15 sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. 

10:16 Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala. 10:17 Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. 10:18 Tidak seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku." 

10:19 Maka timbullah pula pertentangan di antara orang-orang Yahudi karena perkataan itu. Banyak di antara mereka berkata: 10:20 "Ia kerasukan setan dan gila; mengapa kamu mendengarkan Dia?" 10:21 Yang lain berkata: "Itu bukan perkataan orang yang kerasukan setan; dapatkah setan memelekkan mata orang-orang buta?" 

10:22 Tidak lama kemudian tibalah hari raya Pentahbisan Bait Allah di Yerusalem; ketika itu musim dingin. 10:23 Dan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di serambi Salomo. 10:24 Maka orang-orang Yahudi mengelilingi Dia dan berkata kepada-Nya: "Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami." 10:25 Yesus menjawab mereka: "Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku, 10:26 tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku. 10:27 Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, 10:28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. 10:29 Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. 10:30 Aku dan Bapa adalah satu." 

10:31 Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. 10:32 Kata Yesus kepada mereka: "Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?" 10:33 Jawab orang-orang Yahudi itu: "Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah." 10:34 Kata Yesus kepada mereka: "Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? 10:35 Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah -- sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan --, 10:36 masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? 10:37 Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, 10:38 tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa." 

10:39 Sekali lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka. 10:40 Kemudian Yesus pergi lagi ke seberang Yordan, ke tempat Yohanes membaptis dahulu, lalu Ia tinggal di situ. 10:41 Dan banyak orang datang kepada-Nya dan berkata: "Yohanes memang tidak membuat satu tanda pun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang orang ini adalah benar." 10:42 Dan banyak orang di situ percaya kepada-Nya.

 

A.  Pendahuluan 

Pasti dalam kehidupan ini kita atau orang yang dekat dengan kita pernah mengalami sakit. Entah sakit yang sifatnya ringan; misalnya batuk, pilek, jatuh saat bermain. Juga banyak dari kita yang mungkin pernah mengalami sakit berat, sakit menular, harus tinggal beberapa lama di rumah sakit, bahkan ada yang mengalami keadaan kritis akan meninggal. 

Sakit dan penyakit telah menjadi bagian tak terpisahkan pada kehidupan kita. Dalam keadaan seperti ini, tentu kita sangat menghargai kalau ada orang yang peduli, menolong, dan kebutuhan kita terlayani, terutama saat kita mengalami kesulitan tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri. Dengan memahami keadaan ini, kita akan berlatih untuk menjadi pedamping atau penolong saat saudara atau teman kita sakit, dan sekaligus mendekatkan diri kepada Tuhan.

 

B.  Sakit sebagai Permasalahan Kehidupan. 

Pada umumnya orang yang terkena penyakit, menganggap sakit sebagai suatu gangguan. Betapa ringannya suatu penyakit, orang yang sedang menjalaninya disebut sebagai ”orang sakit”, atau ”penderita sakit”, atau kalau tinggal di rumah sakit disebut ”pasien”. Kalaupun dia menderita sakit yang dianggap ringan, dia tetap harus mengubah cara hidupnya, meskipun bukan perubahan hidup yang drastis atau signifikan. 

Pada zaman dahulu bisa saja orang sakit karena pengaruh roh jahat, akibat dosa, dan kutukan. Namun pada zaman sekarang penyebab pada umumnya adalah karena kuman, bakteri, gaya hidup, dan kebiasaan makan yang salah. Pada situasi tertentu, orang yang sedang sakit harus bertemu dengan penyembuh, apakah itu mantri, dokter, atau orang yang dipandang mampu dan mengerti bidang kesehatan. Bersangkutan harus dibebaskan dari tugas tertentu, menjalani aturan tertentu, dan mungkin ada pantangan tertentu. Apabila penyakitnya tidak berat yang bersangkutan tinggal di rumah dirawat keluarganya, ketika mengalami kesembuhan akan melakukan tugasnya kembali. 

Akan tetapi, kalau penyakitnya bertambah berat dan serius, dia harus berhubungan dengan dokter dan kemungkinan besar akan menjalani perawatan di rumah sakit. Ini artinya dia harus hidup sebagai pasien. Selanjutnya dia harus taat dan patuh kepada dokter, perawat dan aturan di rumah sakit; kalau tidak mau, yang bersangkutan bisa menghadapi tambahan masalah. 

Ada beberapa hal penting yang seringkali terjadi saat seseorang mengalami sakit. Seringkali yang bersangkutan merasa terasing dari kehidupan normal. Waktu yang dijalani terasa sepi, namun menggelisahkan, banyak memikirkan penyakit yang diderita dan konsekuensinya, kadang-kadang berpikir tentang kematian. Bagi orang yang secara ekonomi lemah, juga harus memikirkan pembiayaan yang tidak kecil selama dia sakit maupun pengeluaran yang harus ditanggung keluarga, meskipun di Indonesia pada saat ini negara sudah banyak membantu dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam situasi ini, tidak berarti secara pasif penderita sakit berserah total kepada instansi dan para penyembuh. Namun yang penting bagaimana semua pihak dapat membantu agar yang sakit dalam kesendiriannya, dapat mengusahakan agar hidupnya utuh, dan sehat kembali. 

Sebenarnya di dunia kesehatan dan perawatan, sudah lama disadari bahwa seharusnya yang menjadi pusat perhatian adalah orang yang sakit, bukan hanya penyakitnya. Tujuan utama dari perawatan bukan hanya menghilangkan penyakit, tetapi membantu orang yang sedang sakit. Satu definisi sehat yang terkenal dari Christian Medical Commision (1974) menyatakan bahwa ” sehat bukan hanya bebas dari penyakit atau gangguan fisik, melainkan keadaan yang baik secara keseluruhan, baik secara fisik, mental, maupun secara spiritual, dan sosial”. Dengan demikian, jika kuman sudah diobati dan hilang, atau kalau tangan yang terputus sudah dapat disambung kembali, ataupun tempurung lutut sudah diganti dengan tempurung plastik, belum tentu yang bersangkutan sudah mengalami sehat secara utuh. Kesehatan tidak hanya sekedar masalah fisik, namun juga kesehatan jiwa, sosial, dan mental. 

Apabila kita sendiri sedang merasa sakit, misalnya sakit yang harus dirawat di rumah sakit, atau mungkin salah seorang keluarga atau teman kita harus dirawat di rumah sakit. Bagaimana rasanya? Meskipun yang sakit tubuh kita, namun ternyata hal itu juga mempengaruhi relasi kita atau hubungan kita dengan orang lain karena mungkin kita tidak bisa lagi bekerja, sekolah, kalau penyakit kita menular orang akan menjauhi kita. Sakit juga berkaitan dengan mental/psikis, kita bisa mengalami sedih, takut, khawatir, dan kecewa. Di samping itu bisa juga timbul suatu pertanyaan kepada Tuhan, mengapa Tuhan memberikan penyakit tersebut kepada kita, atau disaat kita sendiri akan merenungkan apa maksud Tuhan dengan penyakit yang kita alami tersebut. Hal ini berkaitan dengan aspek spiritual/rohani. 

Dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, kita bisa menyaksikan kepedulian Allah terhadap umatnya, khususnya yang membutuhkan pertolongan-Nya. Baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru sering diungkapkan Allah sebagai gembala. Apakah yang dimaksud dengan gembala? Satu bagian terkenal atau satu perikop yang terkenal Tuhan sebagai gembala, dapat ditemui dalam Mazmur 23. Pada pasal tersebut secara rinci Allah digambarkan sebagai seorang gembala yang memimpin, memelihara, dan mengasuh domba-domba-Nya, sehingga mereka mengalami keutuhan, baik dimensi fisik, relasi sosial, psikis, dan spiritual. 

Di dalam Yehezkiel 34 Allah sebagai gembala menyerahkan tugas penggembalaan kepada para pemimpin Israel, tetapi mereka tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Oleh karena itu, Dia memberikan gembala yang lain untuk menggembalakan domba-domba milik-Nya. Gembala tersebut akan melepaskan para domba dari tangan para penjahat, melindungi dan mengasihinya, malahan Dia mengorbankan diri-Nya bagi mereka (bnd. Yes. 53). Nubuat Perjanjian Lama tersebut digenapi oleh kehadiran Tuhan Yesus Kristus yang juga disebut sebagai gembala. 

Dalam kitab Perjanjian Baru, Tuhan Yesus disebut sebagai gembala yang baik (Yoh. 10) yang diutus ke dalam dunia untuk mencari yang tersesat dan terhilang (Mat. 10: 6, 15, 24; Luk. 10: 1-10, 19: 10). Ia mengumpulkan yang tercerai berai dan membebat yang terluka, bahkan mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan domba milik-Nya (Yoh. 10; bnd. Mrk. 10: 45). 

Dari kitab Injil, kita juga dapat melacak strategi Tuhan Yesus saat menghadapi dan menyembuhkan orang sakit. Tuhan Yesus pada saat itu dapat kita ketahui dalam penyembuhan pada orang sakit memakai cara-cara yang populer pada saat itu. Misalnya, dengan mengusir roh jahat sebagai sumber penyakit, maupun membuat mujizat dengan mengoleskan tanah untuk menyembuhkan mata orang yang buta. Tuhan Yesus juga bisa memakai cara-cara modern sebagaimana yang terjadi pada saat ini melalui berbagai cara. Penyembuhan yang dilakukan selalu menuju kepada keutuhan. 

Meskipun pintu masuk penyembuhan dari aspek fisik, mental/psikis, sosial, dan rohani/spiritual, pada akhirnya menuju pada keutuhan. Misalnya, Tuhan Yesus menyembuhkan banyak orang (Mat. 15: 29–31, Luk.6: 17–19), menyembuhkan orang yang sebelah tangannya mati (Mat. 12: 9–15, Mrk. 3: 1–6, Luk. 6: 6–11), menyembuhkan anak seorang perwira dari Kapernaum (Mat. 8: 5–13, Luk. 7: 1–10, Yoh. 4: 46–54), menyembuhkan orang yang kerasukan setan (Mat. 8: 28–34, Mrk. 5: 1–20, Luk. 8: 26–39), menyembuhkan orang lumpuh (Mat. 9: 1–8, Mrk. 2: 1–12, Luk. 5: 17–26), menyembuhkan ibu mertua Simon Petrus dan orang lain (Mat.8: 14–17, Mrk. 1: 29–34, Luk. 4: 38–41), menyembuhkan perempuan sakit pendarahan dan menghidupkan orang mati (Mat. 9: 18–26, Luk. 8: 40–56). 

Menarik pada saat Tuhan Yesus menyembuhkan orang sakit kusta (Mat. 8: 1–4, Mrk. 1: 40–45, Luk. 5: 12–16). Ketika Dia menyembuhkan 10 orang sakit kusta, sesudah fisiknya disembuhkan, Tuhan Yesus meminta mereka memperlihatkan diri kepada imam-imam, artinya mereka memperbaiki relasi sosial dengan orang lain, sekaligus bersyukur kepada Tuhan di Bait Allah (aspek spiritual/rohani). 

Masih banyak lagi kitab Injil mengungkapkan Tuhan Yesus menyembuhkan berbagai macam penyakit yang pada akhirnya kesembuhan itu menuju kepada hidup yang utuh. Seluruh kehidupan totalitas manusia diperhatikan oleh-Nya. Sikap Tuhan Yesus dalam penyembuhan inilah yang seharusnya diteladani oleh orang Kristen termasuk remaja Kristen dalam menghadapi orang sakit kita juga bertujuan agar orang yang kita layani dapat mengalami keutuhan.

Tuhan Yesus sedang menyembuhkan Orang lumpuh di kolam Betesda
Tuhan Yesus sedang menyembuhkan Orang lumpuh di kolam Betesda
 

D.  Realita Saat Mengalami Sakit 

Sebagai orang Kristen kita perlu memahami keberadaan manusia, baik diri kita maupun orang lain yang kita layani. Pada hakikatnya manusia mempunyai berbagai dimensi kehidupan. Secara sederhana dapat kita ungkapkan keberadaan manusia memiliki dimensi fisik, mental/psikis, sosial dan spiritual/rohani. Oleh karena itu, hendaknya manusia dipandang sebagai makhluk yang utuh, di mana dimensi-dimensi tersebut sesungguhnya saling mempengaruhi dan berkaitan. Oleh karena itu, apabila kita melakukan pelayanan bagi sesama kita, apakah itu teman kita, orang-orang di gereja, tetangga kita, bahkan keluarga kita, seharusnya sadar akan keutuhan manusia, dan memperhitungkan dimensi yang satu dengan dimensi yang lain. Kita harus mengakui keterbatasan kita dan tidak mungkin kita dapat menangani seluruh dimensi kehidupan dari orang sakit yang kita layani (van Beek, 1984: 49–50). 

Dalam pandangan holistik, manusia tidak bisa dipersempit keberadaannya hanya sekadar sebagai penyakit tertentu atau kasus tertentu karena yang kita pedulikan bukanlah penyakit atau masalah tertentu saja, melainkan manusia dengan keutuhannya. Juga sesama kita tidak dapat didekati secara sempit dengan menekankan satu dimensi tertentu saja, misalnya hanya dimensi fisiknya saja, dan tidak memperdulikan dimensi yang lain misalnya dimensi psikis, sosial, dan spiritualnya. Sesama manusia tidak boleh dianggap seperti sebuah mesin yang bekerja secara mekanis, dan tidak memiliki motivasi, sejarah, kepercayaan, dan berinteraksi dengan lingkungannya. 

Jadi, dimensi-dimensi tertentu dalam kehidupan manusia sebetulnya memiliki makna bila ditempatkan dalam keseluruhannya. Dengan demikian penyakit atau persoalan tertentu sesungguhnya menjadi bagian utuh dari kehidupan seseorang yang memiliki sejarah, nilai, kepercayaan, hubungan, dan interaksi-interaksi tertentu. Pandangan ini sebenarnya merupakan suatu tanggapan yang menganggap manusia dari cara pandang parsialistik (hanya menekankan bagian-bagian tertentu), mekanistis, dan linear (garis lurus), serta reduktif. 

Kita bisa mengidentifikasi beberapa dimensi penting kehidupan manusia dan mempertimbangkan bagaimana kita bisa melayaninya. Dimensi-dimensi tersebut antara lain sebagai berikut. 

1. Dimensi fisik.

Dimensi ini berhubungan dengan bagian yang tampak dari kehidupan kita. Dimensi ini terutama berkaitan dengan relasi manusia dengan bagian luarnya. Dimensi ini dapat jelas dilihat, disentuh, diraba, dan diukur. Dimensi ini dapat dijabarkan dalam aspek-aspek keutuhan tubuh, metabolisme tubuh, olah raga, pangan, sandang, papan, kebersihan tubuh, pelayanan medis, kita dapat menambahkan aspek-aspek yang lain. 

2. Dimensi mental/psikis.

Dimensi ini berhubungan dengan pikiran, emosi dan kepribadian manusia. Dimensi ini mengacu pada relasi seseorang dengan bagian terdalam dari dirinya (baca: batin). Memang dimensi ini tidak tampak, tidak dapat diraba, disentuh maupun diukur meskipun demikian dimensi ini memampukan manusia dapat berhubungan dengan diri sendiri dan lingkungannya secara utuh, bahkan bisa membuat jarak, membedakan dirinya dengan orang lain. Dimensi ini dapat dijabarkan ke dalam aspek cipta, rasa, karsa, motivasi, integritas, kedewasaan emosi, kreatifitas, ekspresi diri, identitas seksual, dan perasaan aman. 

3. Dimensi sosial.

Pada dimensi ini manusia harus dilihat dalam kaitannya dengan lingkungan diluar dirinya. Manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri, ia selalu hidup dalam sebuah relasi dan interaksi dengan lingkungan dan sesamanya secara berkesinambungan. Dia tidak dapat tumbuh tanpa relasi dan interaksi. Penjabaran dari dimensi ini misalnya pada aspek

hubungan dengan keluarga, hubungan dengan teman dan kelompok, relasi dengan orang lain secara intim atau teman dekat, keterlibatan dalam masyarakat, identifikasi kultural kebiasaan masyarakat, kondisi ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan. 

4. Dimensi spiritual.

Dimensi spiritual/rohani berkaitan dengan keberadaan atau jati diri manusia. Dimensi ini mengacu kepada relasi manusia dengan sesuatu yang berada di luar jangkauannya dengan Sang Pencipta, yakni Roh Allah sendiri. Aspek ini juga tidak tampak dan merupakan aspek rohani dari kehidupan manusia. Dalam konteks ini manusia dapat berelasi dan bergaul dengan sesuatu yang Agung, yang dapat mengatasi kehidupannya, yang berada di luar dirinya. Dimensi ini dapat kita jabarkan misalnya dalam doa, bersekutu dengan Tuhan, berbakti, beribadah, kontemplasi dan meditasi, pengharapan terhadap masa depan, visi hidup, rasa bersyukur, relasi dengan komunitas orang percaya, kesalehan, dan kita dapat menambahkan aspekaspek yang lain. 

Keseluruhan dimensi kehidupan manusia tersebut sesungguhnya dalam realita saling berkaitan dan saling mempengaruhi, serta membentuk keberadaan manusia sebagai suatu keutuhan. Kita dapat membedakan satu dimensi dengan dimensi yang lain untuk kepentingan pemahaman maupun analisis. Meskipun demikian, dalam realitas kita tidak dapat memisah-misahkannya. Oleh karena  keterkaitan tersebut, tidak jarang kita menjumpai tumpang tindih antara satu aspek dengan aspek yang lain. 

Dalam pelaksanaan pelayanan kepada orang sakit, seluruh dimensi kehidupan orang lain yang menjadi kepedulian kita, seharusnya kita perhatikan. Namun karena berbagai keterbatasan, mungkin hanya dimensi tertentu yang kita utamakan. Meskipun demikian, ini tidak berarti kita mengabaikan dimensi yang lain. Sebagaimana Tuhan Yesus pada waktu melayani, menyembuhkan orang sakit, meskipun yang diderita oleh orang tersebut hanya salah satu dimensi saja (misalnya hanya fisik atau mental saja), tetapi Tuhan Yesus selalu bertujuan untuk mengutuhkan orang tersebut (holistik).

Mengunjungi teman yang sakit sebagai pelayanan kristiani kepada sesama
Mengunjungi teman yang sakit sebagai pelayanan kristiani kepada sesama
 

E.  Memahami Kondisi Orang Sakit 

Sebagai seseorang yang peduli kepada orang yang sakit, sudah pada tempatnya kalau kita seharusnya memerhatikan semua dimensi kehidupan orang yang kita layani. Dengan demikian, kita bisa belajar menemukan cara untuk membantu atau berelasi dengan yang bersangkutan. Seharusnya jika kita peduli kepada kondisi orang yang kita layani agar dapat menanggapi kebutuhannya. Kondisi tesebut bisa dijabarkan sebagai berikut. 

1. Berbagai jenis penyakit yang dialami

Apakah penyakit yang diderita merupakan penyakit yang ringan atau berat, yang menular atau tidak, dan penyakit dengan tahapan tertentu (misalnya: kanker dini, tahap lanjut, dan tanpa harapan). 

2. Berbagai watak dan situasi psikis

Ada orang yang takut, frustrasi, cemas, kesepian, merasa terasing, sulit, rewel, dan stress. 

3. Kondisi social

Misalnya sakit karena lingkungan yang tidak sehat, ekonomi lemah/miskin, cara hidup, dan gaya hidup (misalnya makan secara berlebihan). 

4. Pelbagai sikap spiritual

Misalnya, penyakit dianggap sebagai hukuman, sebuah nasib (fatalisme), kehendak Allah, sebagai berkat tersamar, dan suatu kebetulan. 

5. Kondisi yang lain

Usia (anak, dewasa, lanjut usia), perbedaan jenis kelamin (penyakit yang biasa menyerang laki-laki dan perempuan), saat-saat relevan ( melahirkan bayi, sebelum, dan sesudah operasi), dan saat kritis menjelang kematian.

 

F. Merespon Kebutuhan Orang Sakit 

Sesudah kita memahami berbagai kondisi orang sakit, setidaknya kita bisa memperkirakan apa yang diharapkan terhadap orang yang mengunjungi, mendampingi, atau menolong mereka. Beberapa aspek yang dapat kita lakukan dan kembangkan sebagai berikut. 

1. Menghargai Orang Lain

Di sini seseorang yang peduli kepada orang yang sedang sakit, perlu menghindari kecenderungan melihat harapan atau masalah dari orang yang kita layani, dari sudut pandang kita sendiri ”kaca mata sendiri”. Kita perlu tahu tiap-tiap orang mempunyai kekhasan atau keunikan dalam rangka penghayatan terhadap kehidupan, harapan, maupun arti dari kesakitan. Untuk itu memang kita harus dibebaskan dari kungkungan ”orientasi diri” menuju kepada ”berorientasi kepada orang lain yang sakit” (other oriented). 

2. Kemampuan Mendengarkan

Sering kita berpikir bahwa seorang penolong dituntut untuk memberikan nasehat, pengarahan, atau ”kata-kata rohani”. Akan tetapi, justru sebaliknya, sebelum menanggapi, lebih dulu kita harus mengembangkan keterampilan mendengarkan secara baik untuk memahami individu yang kita layani. Keterampilan itu ternyata sulit kita kuasai karena tidak hanya menyangkut kata-kata yang diucapkan, tetapi juga menyangkut ”bahasa badan” yang menjadi pelengkap dari ucapan kata. Jadi kita harus juga memperhatikan kesesuaian antara kata-katanya dengan wajah, mata, tangan, mulut, keraslembutnya suara, dan lain-lain. Sikap kita yang menjadi penghalang agar kita dapat menjadi pendengar yang baik juga perlu kita sadari, misalnya suka mempimpin atau mendominasi pembicaraan, sering memotong pembicaraan, tidak sabar, cepat mengkritik, dan mengecilkan pembicaraan orang lain. 

3. Orang yang Sungguh-Sungguh Mengenal Tuhan Yesus Kristus

Orang yang sungguh-sungguh ingin menjadi penolong Kristen yang baik, haruslah sungguh-sungguh mengenal, mengasihi, akrab, dan terus mengembangkan relasi dengan Tuhan Yesus. Akibat dari pengenalan yang sungguh tentang Kristus, ia akan mampu memahami dan mencontoh cara berpikir, pola-pola pelayanan Tuhan Yesus, terutama bagaimana dia berelasi dan menyembuhkan berbagai macam penyakit, serta berkomunikasi dengan berbagai macam orang. Apapun penyakit yang diderita oleh orang, Tuhan selalu ingin menyembuhkan orang tersebut ke arah keutuhan. 

4. Kemampuan untuk Berempati

Dalam upaya peduli kepada orang yang sakit, kita tidak dapat melewati satu kemampuan yang perlu dimiliki oleh pelayan yaitu sikap empati. Empati berarti suatu sikap untuk memahami dunia orang yang kita layani, sebagaimana dia mengalaminya. Dengan demikian kita akan dapat menentukan keputusan tindakan apa selanjutnya yang dapat kita lakukan. 

5. Orang yang Suka Bergaul

Seperti sikap dari Tuhan Yesus sebagai Gembala yang baik, maka kita pun harus meniru sikap Kristus yang suka bergaul dan terbuka kepada semua orang dari semua lapisan. Kita dapat menerima dan bergaul dengan orang yang sakit baik yang sudah tua, muda, pandai, bodoh, terhormat, maupun yang dianggap hina. Kita melayani orang yang sakit bukan sebagai orang yang perlu dihormati, tetapi sebagai orang yang mau berbagi suka dan duka. Sebagaimana kata fi rman ”bersukacita, dengan orang yang bersukacita, dan menangis dengan orang yang menangis” (Roma 12: 15). 

Dalam proses melayani atau mendampingi orang sakit, peran penolong sangat penting karena dia harus langsung menghadapi orang yang sakit. Apabila dua pribadi saling bertemu, maka akan terjadi interaksi yang melibatkan pemahaman dan perasaan. Satu ingin memberi, yang lain ingin menerima. Dalam interaksi ini, keduanya dipengaruhi oleh faktor kepribadian masing-masing. Untuk mencapai tujuan dari proses bantuan disini dibutuhkan suasana saling mengasihi. Sebagaimana diungkapkan oleh Hiltner (1986) bahwa salah satu dasar untuk menjadi ”effective helper” adalah ”liking people”. Jika kelancaran dalam interaksi bisa terjadi, maka tujuan dari pertemuan juga akan mudah dicapai. Mengasihi orang lain yang sedang dihadapi perlu dimiliki oleh penolong, dan sikap ini perlu diekspresikan dalam mendampingi orang sakit.

 

G. Penutup 

Dalam kehidupan ini kita ataupun saudara kita pasti pernah mengalami sakit. Sesungguhnya pada saat kita sakit bukan hanya masalah fisik yang kita hadapi, tetapi juga masalah mental/psikis, sosial, dan spiritual. Kita dipanggil untuk mendampingi sesama kita yang sakit. Sebagai orang Kristen kita perlu meneladani Tuhan Yesus dalam menyembuhkan orang sakit. Tuhan Yesus selalu bertujuan untuk mengutuhkan orang yang dilayani.

 

Menyanyikan lagu ”Tuhan adalah Gembalaku”


Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku.

Ia membaringkan aku, di padang yang berumput hijau.

 

Reff:  Ia membimbingku ke air yang tenang, Ia menyegarkan jiwaku.

Ia menuntunku di jalan yang benar, oleh karna nama-Nya.

Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman.

 

Aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.

Gadamu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Reff

 

Referensi:

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- Edisi Revisi. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.

Gambar Tuhan Gembalaku dari https://www.gbi-bogor.org/sermon/tuhan-gembalaku

Baca juga:

PAK Kelas 9 Semester 2

01

Meneladani Kristus Dalam Pelayanan

02

Gereja Peduli Kepada Sesama yang Sakit

03

Gereja Peduli Kepada yang Berkebutuhan Khusus

04

Pengembangan Diriku untuk Pelayanan Bagi Sesama

05

Hidup Bermakna Bagi Lingkungan Sekolah

06

Peranku Dalam Pengembangan Masyarakat

07

Remaja di Tengah Dunia yang Berubah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar