Catatan Ucapan Syukur |
Bacaan Alkitab
Ratapan 3:17-26,
Engkau menceraikan nyawaku dari kesejahteraan, aku lupa akan kebahagiaan.
Sangkaku: hilang lenyaplah kemasyhuranku dan harapanku kepada TUHAN. “Ingatlah
akan sengsaraku dan pengembaraanku, akan ipuh dan racun itu.” Jiwaku selalu
teringat akan hal itu dan tertekan dalam diriku. Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh
sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak
habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! “TUHAN
adalah bagianku,” kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. TUHAN
adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia.
Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN.
Habakuk 3:17-19,
Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon
zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan,
kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,
namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang
menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki
rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku.
Efesus 5: 1 – 4,
Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan
hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu
dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang
harum bagi Allah. Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan
disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang
kudus. Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono--
karena hal-hal ini tidak pantas—tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur.
A. Pengantar
Dalam
pelajaran sebelumnya, kita sudah memahami bahwa bersyukur bukanlah sekedar
bersikap pasrah, melainkan suatu tindakan aktif. Pada pelajaran kali ini, kita akan terus
memahami bersyukur sebagai tindakan aktif, karena dikaitkan dengan pilihan
untuk bersyukur, dan bukan malah mengeluh.
B. Jangan Mengeluh
Apakah kamu pernah mengeluh? Tentang apa? Kepada siapa keluhanmu ditujukan dan disampaikan? Apa reaksi dari orang tersebut ketika mendengar keluhanmu?
Ada seorang ibu yang setiap hari terus mengeluh karena rumahnya
terlalu kecil. Ia memiliki tiga orang anak yang tidak mempunyai kamar. Tidurpun
harus bertumpukan, belajar juga harus bergantian. Lalu, ia menemui pendetanya,
dan mengeluhkan keadaannya. “Tuhan kok tidak peduli dengan keluarga kami, pak
pendeta. Padahal kurang apa saya dan suami ini; bekerja keras sudah, berdoa dan
berpuasa juga sudah. Tapi hidup kami ya begini-begini saja. Kami mesti
bagaimana lagi?” tanyanya.
“Saya punya cara untuk mengatasinya. Asal ibu mau mengikuti
semua kata-kata saya,” kata pak pendeta.
“Saya janji, pak pendeta. Pokoknya asal kami bisa menarik napas
lega.”
“Ajaklah para keponakan dan sepupu ibu menginap di rumah ibu.
Minggu depan ibu datang lagi ke mari.” Walau heran, ibu itu mengikuti kata-kata
pak pendeta. Ia pulang, lalu mengajak para keponakan dan saudara sepupunya
menginap di rumahnya.
Seminggu kemudian ia datang kembali ke pendetanya. “Waduh, pak
pendeta, rumah kami tambah sumpek dan sempit. Tobat saya, tobat. Bagaimana
ini?” keluhnya pula.
“Ibu masih mau mengikuti kata-kata saya?” tanya pak pendeta.
“Tentu, pak pendeta. Pokoknya asal kami bisa menarik napas lega deh.”
“Begini, ibu masih memiliki beberapa ekor kambing dan ayam,
bukan? Nah, ibu coba bawa mereka semua masuk ke rumah. Minggu depan Ibu kembali
ke sini.” Benar-benar nasihat gila. Tetapi karena sudah janji, ibu itu menuruti
juga apa yang dikatakan pak pendeta. Ia pulang, lalu membawa masuk ke rumahnya
kambing dan ayam miliknya.
Seminggu kemudian ia datang lagi ke pendetanya dengan wajah
tambah kusut mawut. “Rumah kami tambah tak karuan. Bukan hanya sumpek dan
sempit, malah jadi bau dan kotor. Sekarang apa lagi nasihat bapak?” tanyanya
putus asa.
“Nah, sekarang ibu pulang deh. Semua keponakan dan sepupu
pulangkan ke rumah mereka masing-masing. Kambing dan ayam kembalikan ke
kandang,” kata pak pendeta lagi. Ibu itu menurut, memulangkan keponakan dan
sepupunya, mengembalikan ternak ke kandangnya.
Besoknya ia datang dengan wajah cerah. “Puji Tuhan, pak pendeta,
rumah kami tidak sumpek lagi sekarang. Kami bisa menarik napas lega,” katanya dengan amat gembira.
Berdasarkan
cerita diatas, kita diminta untuk memilih dalam kehidupan ini, memilih untuk
berkeluh kesah atau bersyukur atas rahmat-Nya. Memilih artinya, ada sejumlah
hal yang tersedia, dan kita mengambil hal yang sesuai dengan apa yang kita
anggap terbaik, atau yang sesuai dengan selera kita.
Contoh
pertama, bila kita berada di sebuah restoran atau rumah makan, dan pelayan
restoran menyodorkan menu yang berisi daftar makanan yang tersedia, kita
diminta untuk memilih makanan apa yang mau dipesan. Tentunya kita memilih
makanan yang kita sukai sehingga makanan itulah yang kita pesan.
Contoh
kedua, kamu hendak membeli sepatu sekolah karena sepatumu sudah rusak. Saat
berada di toko sepatu, kamu pasti akan melihat-lihat dulu model sepatu apa yang
cocok untuk dijadikan sepatu sekolah.
Selain model, tentu kamu juga memilih warna yang sesuai, yang boleh
dipakai di sekolah. Memilih dilakukan karena ada beberapa yang tersedia, dan
tidak mungkin kita mengambil semua yang ada.
Memilih
untuk bersyukur dapat diibaratkan seperti contoh cerita Ibu dan rumahnya di
atas. Ada sejumlah pilihan dan kita
diminta untuk memilih bersyukur, karena ini adalah yang terbaik, yang paling
sesuai dengan keadaan kita. Hidup bersyukur itu pilihan, tidak tergantung pada
situasi dan kondisi di luar diri kita. Dalam keadaan susah dan berat pun kita
harus bersyukur. Dalam pelajaran kali ini, kita dapat melihat pada keteladanan
dari Nabi Yeremia dan Nabi Habakuk, mereka berdua adalah contoh orang-orang
yang dapat tetap bersyukur sekalipun tengah mengalami kesusahan.
Apa
yang istimewa pada Nabi Yeremia? Yeremia
lahir dan dibesarkan di sebuah desa yang bernama Anatot, terletak enam
kilometer arah timur laut dari Yerusalem. Ia adalah putra seorang imam. Yeremia
memberitakan firman Tuhan mulai dari zaman Raja Yosia dari kerajaan Yehuda,
dilanjutkan dengan Raja Yoyakim dan Raja Zedekia (keduanya anak dari Raja
Yosia), hingga kemudian bangsa Israel dan penduduk Yerusalem serta Yehuda
mengalami pembuangan ke negeri Babel. Seluruh seruan nabi Yeremia (bisa dibaca
di Kitab Yeremia) menunjukkan kegigihan Yeremia dalam menghadapi bangsa Israel
dan Yehuda yang keras kepala, tidak taat, dan terus menerus hidup menyimpang
dari jalan Tuhan. Selama masa tugasnya, Yeremia tidak jemu-jemu memperingatkan
bangsanya agar bertobat dan meninggalkan dosa mereka sebab kalau tidak, hukuman
Allah akan segera turun atas mereka. Akan tetapi, tidak satu pun perkataan
Yeremia yang didengarkan oleh mereka, bahkan, mereka justru berulang kali
melakukan penghinaan terhadap Yeremia. Hal yang lebih menyakitkan hati adalah
bahwa imam yang bekerja di rumah Tuhan justru menganiaya Yeremia karena
perkataanya yang mengajak agar bangsa Yehuda bertobat (bisa dibaca di Yeremia
20).
Tidak
ada yang lebih menyakitkan, selain ketika kebaikan tidak diterima dengan
sukacita, tetapi justru dibalas dengan keburukan. Begitulah yang dialami oleh
Yeremia dari bangsanya. Bahkan begitu beratnya penderitaan Yeremia, sampai-sampai
ia pun berkata demikian: “Sangkaku:
hilang lenyaplah kemasyhuranku dan harapanku kepada Tuhan” (Ratapan 3:18).
Akan
tetapi, apakah kemudian Yeremia terus meratapi hidupnya dan menyesali dirinya?
Tidak. Ia mengalihkan perhatiannya dari kesusahan dan derita yang dialaminya
kepada kasih dan karunia Allah. Katanya, “Tetapi hal-hal inilah yang
kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia
TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya,
selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Ratapan 3: 21-23). Karena
itu, Yeremia pun tetap dapat bersyukur. Artinya, Yeremia tidak mau terpaku pada
kemalangan dan kesulitan yang ia alami, melainkan tetap melihat kepada Tuhan
dan kuasa-Nya yang memampukan Yeremia selaku nabi untuk tetap berkarya
bagi-Nya.
Keteladanan
yang sama bisa kita lihat dari Nabi Habakuk.
Habakuk menjadi nabi pada zaman raja Yoyakim (608 SM - 597 SM). Raja
Yoyakim adalah seorang raja yang jahat, karena itu Tuhan tidak berkenan
kepadanya. Ia menjadi penyebab bangsanya terjerumus ke dalam jurang kehancuran
(Lihat 2 Raja-raja 23:34-24:5, Yeremia 22:18).
Habakuk
hidup dalam keprihatinan karena bangsanya (bangsa Yehuda) tidak hidup dalam
kebenaran. Sebaliknya kelakuan mereka penuh dengan kejahatan, ketidakadilan,
pemberontakan, dan berbagai pelanggaran hukum lainnya. Telah berulang kali
mereka diminta untuk bertobat dan meninggalkan dosa-dosa mereka, tetapi mereka
tidak menghiraukannya.
Akan
tetapi, Habakuk tidak lantas menjadi putus asa atau kehilangan sukacita.
Imannya kepada Tuhan tidak goyah, dan ia juga tetap bisa menyatakan rasa
syukurnya. Katanya, “Sekalipun pohon ara
tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan,
sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba
terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan
bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.
ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia
membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku.” (Habakuk 3:17-19). Bagaimana
bisa bersorak-sorak bila kita hanya memikirkan begitu banyak kesulitan yang
kita alami? Perhatikan bahwa yang dilakukan oleh Nabi Habakuk adalah
bersorak-sorak di dalam Tuhan, karena Tuhan adalah sumber kekuatan Habakuk dan
juga sumber kekuatan kita semua.
Banyak
hal yang dapat kita pelajari dari Nabi Habakuk dan Yeremia, sehingga mereka
bisa tetap bersyukur walaupun hidup mereka susah.
Beberapa
hal berikut ini dapat kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari
Pertama,
fokuskan pikiran kita kepada kasih karunia Tuhan. Seberat apa pun hidup kita,
akan selalu ada hal-hal yang patut kita syukuri; kita dapat bangun dan
menghirup udara segar dengan tubuh yang sehat; kita masih dapat bersekolah dan
menikmati berbagai fasilitas pendidikan; kita masih dapat menikmati makanan dan
minuman bersama keluarga. Bandingkan dengan mereka yang sama sekali tidak bisa
menikmati apa yang bisa kita nikmati. Seperti yang dikatakan seorang anak dari
hamba Tuhan: “Aku mengeluh karena
sepatuku hanya satu, sampai aku bertemu dengan orang yang tidak mempunyai
kaki.” Cobalah hitung hal-hal baik
dalam hidup kita, pasti tidak terhitung banyaknya. Karena itu seperti Nabi
Yeremia, kita bisa nyatakan, ”Tak
habis-habisnya rahmat Tuhan, selalu baru tiap pagi.”
Kedua,
jangan mengeluh. Jangan memilih untuk bertambah susah karena memikirkan
kepahitan, kesedihan, dan kedukaan.
Sebaliknya, buanglah kata-kata negatif yang tidak membangun dan hanya
melemahkan dari mulut kita. Kata-kata yang kita ucapkan dapat sangat kuat
pengaruhnya terhadap diri kita. Kata-kata positif akan membuat hati kita terang
dan senang, sedangkan kata-kata negatif akan membuat hati kita muram dan sendu.
Suasana hati yang terang atau hati yang suram akan berdampak dalam perilaku dan
reaksi-reaksi kita. Habakuk dan Yeremia, di tengah segala kesusahan dan
penderitaannya, tetap dapat memuji Tuhan. Sama seperti Habakuk, “Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon
anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan.......... namun aku akan
bersoraksorak di dalam TUHAN.” Dengan kata lain, sekali pun ia mengalami
kesusahan dan kekecewaan, tetapi ia tidak mengeluh. Ia tetap bergembira.
Ketiga,
lakukan hal-hal yang baik dan berguna untuk orang lain. Ketika kesusahan dan
masalah kita alami, biasanya kita cenderung jadi kehilangan semangat, merasa
tidak berguna, merasa diri menjadi orang yang paling malang dan harus
dikasihani, sehingga kita menjadi semakin sulit untuk bersyukur. Lakukanlah
kebaikan bagi orang lain yang dapat dimulai dari bisa hal-hal biasa dan
sederhana; misalnya, membantu ayah berkebun, atau menolong ibu membersihkan
rumah, membuat kartu ucapan selamat ulang tahun buat teman, ikut kunjungan ke
panti asuhan bersama teman-teman gereja. Pada saat kita melakukan kebaikan bagi
orang lain, saat itu kita akan merasakan kegembiraan. Kita tidak lagi terpaku
kepada kesusahan sendiri.
Keempat,
buatlah catatan harian yang isinya adalah hal-hal yang kita syukuri setiap
hari. Niscaya, kita akan semakin melihat
betapa ajaibnya Tuhan kita, yang terus memberikan rahmat baru setiap pagi!
C. Mari kita simak cerita berikut
1. Bacalah kembali kisah ibu pengeluh di atas. Sebutkan tiga hal yang bisa kamu petik dari cerita tersebut!.
2.
Bacalah puisi di bawah ini dan ceritakan apa yang kamu dapatkan dari puisi
tersebut!
Sebelum kamu mengeluh Pikirkan
tentang seseorang
Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari
makananmu,
Pikirkan tentang seseorang yang
tidak punya apapun untuk dimakan.
Sebelum kamu mengeluh tidak punya
apa-apa
Pikirkan tentang seseorang yang
harus tidur di emperan.
Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu
buruk,
Pikirkan tentang seseorang yang
berada pada tingkat yang terburuk di dalam hidupnya.
Hari ini sebelum kamu mengeluh
tentang hidupmu,
Pikirkan tentang seseorang yang
meninggal terlalu cepat
Sebelum kamu mengeluh tentang orang
tuamu,
Pikirkan tentang seseorang yang
kehilangan ayah dan ibu
Sebelum kamu mengeluh tentang
rumahmu yang kecil dan tidak mewah
Pikirkan tentang orang-orang yang
belum pernah memiliki rumah
Dan di saat kamu lelah dan mengeluh
tentang tugas-tugasmu di sekolah,
Pikirkan tentang anak-anak lain yang
putus sekolah dan tidak dapat mengenyam pendidikan karena kekurangan biaya.
Dan ketika kamu sedang bersedih dan
hidupmu dalam kesusahan,
Tersenyum dan mengucap syukurlah kepada Tuhan bahwa kamu masih diberi kehidupan.
3. Menemukan Makna Bersyukur
Kita
sudah membahas bagaimana pergumulan Nabi Habakuk dan Nabi Yeremia yang tetap
bersyukur walaupun menghadapi tantangan, kekecewaan dan kesedihan dalam
kehidupan mereka. Menurutmu, apa rahasia menyelesaikan pergumulan ini dengan
baik?
4. Catatan Harian Anne Frank,
seorang gadis Yahudi usia 14 tahun
Kutipan
ini berasal dari Anne Frank, seorang gadis Yahudi yang menyembunyikan diri di
dalam sebuah rumah agar tidak ditangkap oleh pasukan Nazi. Anne Frank meninggal
pada usia muda, usia 14 tahun, tapi dalam catatan hariannya yang ditemukan
setelah ia meninggal, tidak ada kata-kata keluhan tentang nasib malangnya,
malahan, buku ini menimbulkan semangat hidup pada banyak orang yang menderita
karena penyakit dan berbagai kesusahan hidup lainnya. Tulisan Anne Frank: “I do
not think of all the misery, but of the glory that remains. Go outside into the
fields, nature and the sun, go out and seek happiness in yourself and in God.
Think of the beauty that again and again discharges itself within and without
you and be happy.” Kini, tuliskan dengan kata-katamu sendiri kalimat-kalimat
penuh semangat seperti yang bisa kita lihat dari kutipan di atas. Bagikan tulisanmu itu kepada temanteman atau
orang-orang untuk mengingatkan agar selalu mengucap syukur.
5. Mengatasi Hambatan untuk Bersyukur
Bagaimana
kamu dapat hidup bersyukur? Sebutkanlah hal-hal baik yang dialami dalam
hidupmu, yang selama ini jarang sekali disadari sehingga jarang pula
disyukuri. Misalnya, setiap hari tanpa
bersusah payah, sudah tersedia makanan di meja makan.
Apakah
betul kamu sudah mempraktikkan sikap bersyukur dalam hidupmu sehari-hari? Apa
saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan bersyukur ini?
6. Mengekspresikan Rasa Syukur
Kini, ekspresikanlah rasa syukurmu melalui berbagai cara yang kamu sukai: boleh berupa doa, cerita atau kesaksian, puisi, tarian, gambar, dan sebagainya.
D. Penutup
Hidup
bersyukur tidak tergantung pada situasi dan kondisi di luar diri kita. Dalam
keadaan susah dan berat pun sebetulnya kita dapat memilih untuk bersyukur. Nabi
Habakuk dan Nabi Yeremia adalah contoh orang yang dapat tetap bersyukur
walaupun mereka tengah mengalami kesusahan; mereka tidak patah semangat dan
mengeluh dalam penderitaannya.
Empat
hal yang dapat kita lakukan untuk belajar selalu bersyukur, bahkan dalam hidup
yang berat sekalipun:
1.
Fokuskan pikiran pada kasih dan karunia Tuhan; lihat sekeliling kita, selalu
ada hal yang bisa kita syukuri.
2.
Jangan mengeluh; buanglah kata-kata
negatif dari mulut mu, sebaliknya selalu ucapkan kata-kata yang positif dan
membangun semangat. Katakata yang kita ucapkan besar sekali pengaruhnya kepada
hati kita.
3.
Lakukan hal-hal yang baik dan berguna bagi orang lain. Ketika masalah dan
kesusahan datang, jangan pasif, jangan biarkan diri kita jatuh pada sikap
mengasihani diri sendiri. Ketika kita berbuat kebaikan pada orang lain, kita
bisa merasakan kegembiraan.
4.
Membuat catatan harian tentang hal-hal yang kita syukuri dari hari ke hari.
Referensi
Pendidikan
Agama Kristen dan Budi Pekerti / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk
SMP Kelas 8 -- Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
Alkitab Elektronik 2.0.0 – Alkitab Terjemahan Baru © 1974 – Lembaga Alkitab Indonesia.
1. Gambar oleh Susan Cipriano dari Pixabay
Baca juga:
PAK Kelas 8 Semester 2 | |
01 | |
02 | |
03 | |
04 | |
05 | |
06 | |
07 | |
08 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar