Senin, 14 Februari 2022

Gereja yang Bergumul di Dunia

 

Yesus Memberkati Gereja
Tuhan Yesus Memberkati Gereja

Bahan Alkitab

1 Petrus 2:9–12;

Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan. Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa. Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka.

Matius 5:3–12; 

"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.  Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."

Matius 5:46–48;

Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."

Matius 21:28–31;

"Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.

Filipi 3:17–21;

Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu. Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus. Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi.  Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.


A. Pendahuluan

KJ 260 Dalam Dunia Penuh Kerusuhan

Adakah di antara teman-temanmu di kelas ini yang bukan warga negara Indonesia? Bagaimana dengan kamu sendiri? Apakah kewarganegaraan kamu? Menurut kamu, apakah artinya menjadi warga negara Indonesia? Apakah tanggung jawab yang kamu miliki sebagai warga negara Indonesia? Tuliskan jawaban kamu di buku tulis.

Kalau kamu seorang Kristen, seharusnya kamu mempunyai sebuah kewarganegaraan lain, yaitu warga negara Kerajaan Sorga. Pernahkah kamu mendengar ungkapan tersebut? Apakah artinya? Diskusikanlah pertanyaan ini dengan temanmu, dan tuliskan jawaban kamu di buku tulis.


B. Kerajaan Sorga dalam Pemberitaan Yesus

”Kerajaan Sorga”, yang sering pula disebut sebagai ”Kerajaan Allah”, adalah inti pemberitaan Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya di muka bumi. Dalam Matius 9:35 dikatakan, ”Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan.” Istilah ”Kerajaan Sorga” sebetulnya sama saja dengan istilah ”Kerajaan Allah” yang lebih banyak digunakan oleh Markus dan Lukas dalam Injil mereka dibandingkan dengan Matius.

Nah, apakah arti ”Kerajaan Sorga” atau ”Kerajaan Allah” itu sebenarnya? Apakah ini suatu tempat di sorga kelak yang disediakan untuk para pengikut Yesus? Apakah ini sama dengan suatu pemerintahan tertentu di dunia? Atau dengan gereja tertentu? Dalam Lukas 17:21, Tuhan Yesus mengatakan bahwa ”… sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu.” Apakah maksudnya ini? Graeme Goldsworthy, seorang teolog Australia, secara sederhana mendefinisikan Kerajaan Sorga sebagai ”umat Allah yang ada di tempat Allah, dan dipimpin oleh pemerintahan Allah.”

Dengan kata lain, Kerajaan Sorga itu bukan suatu tempat yang ada di sorga. Bukan pula suatu wilayah tertentu di muka bumi, melainkan suatu keadaan ketika sekelompok orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah dan bertindak sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Hal ini menjadi jelas ketika kita membaca dalam Matius 7:21 yang memuat kata-kata Tuhan Yesus, ”Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.”

Jadi, sekelompok orang Kristen dalam sebuah gereja dapat saja tidak mencerminkan hidupnya sebagai warga Kerajaan Sorga apabila mereka tidak menjalankan kehendak Bapa yang di sorga. Misalnya, mereka bertengkar melulu, saling membenci, saling melontarkan fitnah, bahkan saling berkelahi dan membunuh. Jelas semua ini bertentangan dengan kehendak Bapa di sorga. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan, ”Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Matius 5:20).

Sebaliknya, mungkin pula ada orang yang kata-katanya menolak apa yang diinginkan oleh Tuhan, namun dalam hidupnya ternyata mencerminkan kehendak Tuhan. Tuhan Yesus menceritakan sebuah perumpamaan demikian: ”Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka: ”Yang terakhir.” Kata Yesus kepada mereka: ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah (Matius 21:28–31).

Perumpamaan ini menceritakan kepada kita kisah dua orang kakak-beradik. Yang pertama menyatakan bersedia membantu ayahnya di ladang, namun ternyata ia tidak pergi. Anak yang kedua menolak pergi, namun kemudian ia menyesal dan pergi juga. Anak yang sulung seringkali diartikan sebagai orang-orang Farisi dan para ahli Taurat. Mereka mengaku mau melaksanakan kehendak Allah di sorga, namun pada praktik hidup mereka sehari-hari mereka tidak melakukannya. Anak yang kedua, seperti dalam kisah perumpamaan ”Anak yang Hilang” (Lukas 15:11–32), adalah orang-orang bukan Yahudi yang menolak melaksanakan kehendak Allah di sorga, namun kemudian menyesal dan bertobat serta melaksanakannya di dalam hidupnya.

Dari perumpaaan ini kita dapat menyimpulkan bahwa sekadar berkata ”ya” kepada Tuhan, namun tidak menjalankan kehendak-Nya tidaklah cukup. Sekadar mengaku percaya namun tidak melaksanakan perintah-perintah Tuhan.


C. Ciri-Ciri Kehidupan Warga Kerajaan Sorga

Bagaimanakah ciri-ciri kehidupan seorang warga Kerajaan Sorga? Apa yang seharusnya menjadi cara hidup gereja sebagai kumpulan orang percaya? Diatas telah disinggung beberapa perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Sorga. Apakah itu berarti menjadi warga Kerajaan Sorga sama dengan berbuat baik seperti yang dilakukan banyak orang lain? Dalam ”Khotbah di Bukit”, kita menemukan bahwa menjadi warga Kerajaan Sorga bukanlah sekadar berbuat baik saja. Tuhan Yesus menyebutkan ciri-ciri kehidupan warga Kerajaan Sorga itu dalam Matius 5:3–12. Bacalah bagian Alkitab ini!

Ucapan-ucapan Tuhan Yesus ini menunjukkan nilai-nilai Kerajaan Sorga yang seringkali berlawanan dengan apa yang diajarkan oleh dunia. Dunia mengajarkan bahwa yang berbahagia adalah mereka yang kaya, yang dapat membeli apa saja yang mereka inginkan.

Belakangan ini kita dikejutkan oleh kasus korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh sejumlah pejabat negara dan tokoh nasional. Ketua partai, gubernur, bupati, bahkan sejumlah menteripun dinyatakan terlibat dalam kasus korupsi dalam jumlah yang sangat luar biasa. Mereka umumnya berhasil memperkaya diri dengan memiliki sejumlah mobil mewah dan apartemen mewah, rekening-rekening gendut di bank-bank dalam dan luar negeri. Banyak dari mereka yang kemudian menghambur-hamburkan uang haram dengan pesiar ke luar negeri, berfoya-foya dengan membeli barang-barang mewah, menyewa pelacur, dan lain-lain. Bahagiakah mereka? Mungkin dahulu iya, tetapi sekarang sebagian dari mereka sudah mendekam di tahanan. Sebagian lagi sedang menunggu proses pengadilan yang kemungkinan besar akan menjebloskan mereka ke penjara untuk jangka waktu yang cukup lama. Kebahagiaan tidak diperoleh lewat kekayaan, apalagi kekayaan yang didapat secara tidak wajar dan tidak halal.

Rangkaian ”Ucapan Berbahagia” yang disampaikan oleh Tuhan Yesus masing-masing menunjukkan siapa yang diberkati, dan pada bagian yang kedua, hubungan orang-orang ini dengan Allah. Yang mengejutkan, begitu kata Patricia Farris, seorang pendeta Methodis di Santa Monica, California, AS, ialah bahwa ucapan-ucapan ini menjungkirbalikkan dunia ”dengan janji-janji yang mengejutkan bagi mereka yang tidak berpengharapan, penghiburan bagi mereka yang berduka cita, kekuatan bagi mereka yang tidak berdaya.” Ini adalah sebuah penangkal yang dahsyat ”bagi kebahagiaan semu yang ditawarkan oleh konsumerisme, hiburan yang sia-sia di masa kini, kabar sukacita bagi umat Allah, mereka yang rendah hati di muka bumi, yang kuat hatinya, mereka yang hanya berlindung kepada Allah.”

Ucapan Berbahagia” yang disampaikan Tuhan Yesus memang ucapan-ucapan yang sangat radikal. Kita menemukan bagaimana nilai-nilai Kerajaan Sorga itu berlawanan dengan nilai-nilai yang ditawarkan oleh dunia. Yang berbahagia adalah orang yang berduka cita. Yang memiliki bumi adalah yang lemah lembut. Yang akan dipuaskan adalah orang-orang yang lapar dan haus akan kebenaran. Dalam kehidupan sehari-hari, yang jagoanlah yang menang. Yang memiliki bumi adalah mereka yang dapat menyogok penguasa. Seringkali rakyat kecil akhirnya hanya dapat pasrah, menyerah terhadap keadaan.

Namun demikian, kata-kata Yesus justru menunjukkan bahwa Allah memihak kepada mereka yang lemah dan tidak berdaya. Allah berada di pihak mereka yang berani menolak arus dan nilai-nilai yang ditawarkan oleh dunia, yang hanya memberikan kebahagiaan semu.

Michael Jackson

Perhatikanlah, berapa banyak selebritis, bintang film, tokoh-tokoh ternama yang hidupnya tidak bahagia. Michael Jackson dan Whitney Houston adalah penyanyi kelas dunia yang tidak ada tandingannya di masa hidup mereka. Jackson dilaporkan oleh Los Angeles Times meninggal dengan darah, urin, dan organ-organ di dalam tubuhnya menunjukkan obat-obat penenang seperti Valium dan Lorazepam. Mereka semua meninggal dunia karena obat penenang dan ke canduan narkoba. Mengapa mereka menggunakan semua itu? Jelas bahwa hidup mereka penuh dengan kegelisahan yang tidak dapat mereka hadapi sendiri. Mereka tidak mempunyai orang-orang dekat yang dapat menolong, mendampingi, menguatkan, dan memberikan mereka cinta kasih yang nyata sehingga akhirnya mereka melarikan diri ke obat-obat penenang dan narkoba.

Bagaimana caranya mengatasi berbagai persoalan hidup kita? Ada sebuah ungkapan dalam bahasa Inggris yang mengatakan, ”The best things in life are not things.” Artinya, “hal-hal terbaik di dalam hidup kita bukanlah benda”. Kata-kata ini tidak mudah diterjemahkan, sebab inti pesannya akan lenyap. Namun ungkapan ini mengingatkan kita bahwa sia-sialah apabila kita mencari kebahagiaan dalam benda-benda yang kita miliki: uang, emas dan permata, mobil-mobil mewah, kapal pesiar, vila-vila mahal di tempat-tempat yang paling mahal di dunia, liburan ke luar negeri, dan lain-lain. Hal-hal terbaik di dalam hidup kita mestinya adalah keluarga kita, cinta kasih, sahabat-sahabat kita yang sejati, dan sukacita yang sungguh-sungguh. Semua itu tidak dapat kita nilai dan beli dengan uang kita. Semuanya tidak dapat kita bandingkan dengan harta dan uang kita.

Namun apa yang terjadi dalam hidup kita sehari-hari? Pesan-pesan yang kita dengar dalam kehidupan kita lewat media massa dan iklan-iklan justru yang sebaliknya. Berbagai iklan mengatakan bahwa kita akan disayangi kekasih apabila kita mengenakan pakaian merek tertentu. Kita akan mempunyai banyak teman apabila kita mengendarai mobil tertentu, atau bila kita mengenakan parfum tertentu, dan lain-lain. Semua itu jelas adalah pesan-pesan palsu yang harus kita hindari dan tolak.

Ketika kita berani menolak tawaran kebahagiaan semu yang diberikan oleh dunia, maka kita akan melihat bahwa hidup kita mempunyai makna yang jauh lebih mendalam daripada pengejaran terhadap kekayaan materi. Dalam lagu pembukaan, kita diingatkan akan pengharapan kita akan kedatangan Kerajaan Allah seperti yang selalu kita ungkapkan dalam doa kita ketika kita mengucapkan Doa Bapa Kami, ’’datanglah Kerajaan-Mu, jadilah KehendakMu di bumi seperti di sorga.’’

Rasa khawatir akan hari esok seringkali membuat kita enggan menyaksikan kehadiran Kerajaan Allah atau Kerajaan Sorga dan mengutamakan kehendak Allah di dalam hidup kita. Kita lebih suka mencari selamat sendiri dan akhirnya bersedia berkompromi dengan apa yang ditawarkan dunia.

Apa yang dapat dibeli dengan uang

Bagaimana pendapatmu tentang pepatah di atas? Menurut kamu, sejauh mana kebenaran pepatah tersebut?


D. Mordechai Vanunu – Berani Bertahan dengan Keyakinannya

Mordechai Vanunu dengan dua orang temannya

Mordechai Vanunu, lahir di Marokko pada 1954, adalah seorang mantan teknisi nuklir Israel. Ia menentang program pengembangan senjata nuklir Israel, negaranya. Karena itulah Vanunu kemudian membocorkan rencana-rencana program senjata nuklir Israel kepada pers Inggris pada tahun 1986. Vanunu dijebak oleh seorang agen Mossad, badan intelijen Israel, dan ditangkap di Italia. Ia dibawa ke Israel, lalu dijatuhi hukuman dalam sebuah pengadilan tertutup. Vanunu dipenjarakan selama 18 tahun, 11 tahun di sel terisolasi sendirian. Pada tahun 2004, Vanunu dibebaskan. Ia dibatasi dalam bicara dan gerak-geriknya. Sejak itu ia sudah beberapa kali ditangkap karena dianggap melanggar batasan-batasan itu, termasuk ketika ia memberikan wawancara kepada wartawan-wartawan asing dan berusaha meninggalkan Israel.

Vanunu adalah seorang Kristen. Saat duduk di kelas X ia mengalami krisis pribadi yang mendorongnya untuk meninggalkan agamanya, Yudaisme. Namun ia tidak segera menjadi Kristen karena ia tidak ingin berurusan dengan orang tuanya, sementara pada saat yang sama ia pun ingin menyelesaikan studinya. Setelah selesai SMA, orang tua Vanunu ingin agar ia masuk ke sekolah teologi dan menjadi rabi. Namun Vanunu hanya seminggu di sekolah itu, lalu keluar. Ia kemudian masuk wajib militer Israel.

Pada tahun 1976, Vanunu melamar pekerjaan di Pusat Penelitian Nuklir di Negev. Banyak badan intelijen di dunia percaya bahwa Israel telah mengembangkan senjata nuklir sejak tahun 1960-an, namun Israel tidak berterus terang tentang hal ini. Di lembaga ini Vanunu bekerja sebagai teknisi tenaga nuklir. Sebuah surat kabar Israel, Ha’aretz, pada 2008 menggambarkan Vanunu sebagai orang yang ”sulit dan kompleks. Ia tetap keras kepala, luar biasa teguh berpegang pada prinsip-prinsipnya, dan rela membayar harganya.”

Sejak dilepaskan dari penjara, Vanunu tinggal di Katedral St. George di Yerusalem. Ia tetap menerima pengunjung dan pendukungnya, dan berulang kali melawan syarat-syarat pembebasannya dengan memberikan wawancara kepada wartawan-wartawan asing.

Apa yang menarik dari kehidupan Mordechai Vanunu? Ia seorang warga negara Israel yang beragama Kristen, dan ia yakin bahwa senjata nuklir yang dikembangkan oleh Israel hanya akan membahayakan negara itu, bukan melindunginya. Vanunu yakin bahwa ia tidak akan dihukum sedemikian berat apabila ia tetap bertahan dalam agamanya yang lama, agama Yahudi atau Yudaisme.

Dalam keputusannya untuk melawan pemerintah Israel, Vanunu menunjukkan bagaimana kata-kata Tuhan Yesus ia wujudkan di dalam hidupnya: Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga (Matius 5:6–10). Dengan nilai-nilai Kerajaan Sorga yang dipegangnya, Vanunu menjadi orang asing di negaranya sendiri. Ia bahkan sering sekali dituduh sebagai pengkhianat bangsanya sendiri.


E. Hidup sebagai Orang Asing

Di atas kita sudah membahas konsep tentang kewarganegaraan kita sebagai warga Kerajaan Sorga. Di dalam Filipi 3:20 dikatakan ”Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat…” Sebagai warga Kerajaan Sorga kita hidup sebagai ”orang asing” di muka bumi ini. Dalam 1 Petrus 2:11 dikatakan, ”Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa.” Sebagai warga negara Indonesia kita belajar banyak tentang sejarah Indonesia, geografi  Indonesia, perjuangan bangsa Indonesia, tetapi berapa banyak kita belajar tentang Kerajaan Sorga dan nilai-nilainya? Bukankah seringkali kita justru berusaha menyesuaikan diri dengan nilai-nilai dunia, supaya kita tidak dianggap manusia aneh?

Di pihak lain, ada orang-orang Kristen yang menentang segala-galanya yang ada di dunia. Misalnya, melarang orang Kristen membaca koran, menonton televisi dan film, bermain band, menggunakan kartu kredit, menggunakan KTP nasional dengan chip komputer, dan lain-lain. Di Amerika Serikat ada orang-orang Kristen seperti itu. Mereka disebut ”orang Amish”. Mereka hidup dengan cara hidup orang-orang pada abad XVI. Mereka menolak mengendarai mobil, menggunakan telepon, membatasi penggunaan listrik, melarang menonton televisi, dan lain-lain. Mereka menganggap kehidupan modern seperti itu dapat mengganggu dan memperlemah ikatan-ikatan kebersamaan mereka. Pakaian mereka pun sangat sederhana.

Dr. T.B. Simatupang, seorang teolog awam Indonesia, yang pernah menjabat sebagai kepala staf Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan juga Ketua Dewan Gereja-gereja di Indonesia (sekarang PGI), ketua Dewan Gereja-gereja Asia, dan ketua Dewan Gereja-gereja se-Dunia, mencetuskan gagasannya tentang bagaimana orang Kristen seharusnya hidup di dunia dengan kewarganegaraan ganda – dunia dan sorga. Simatupang mengatakan bahwa orang Kristen harus hidup dengan ”sikap positif, kritis, kreatif, dan realistis”. Maksudnya, orang Kristen harus berani berbeda pendapat dengan masyarakat di sekitarnya. Namun itu tidak berarti sekadar berbeda pendapat, sebab kita pun harus dapat bersikap positif apabila memang apa yang kita hadapi itu baik dan benar. Kita harus dapat bersikap kreatif dalam menghadapi situasi-situasi yang sulit, namun kita juga harus realistis dalam arti menyadari keterbatasan-keterbatasan yang ada pada kita.

Hal ini cocok dengan apa yang dikatakan Reinhold Niebuhr, seorang teolog Amerika Serikat, dalam doanya: Tuhan, berikan aku keteduhan hati untuk menerima hal-hal yang tidak dapat kuubah, Keberanian untuk mengubah hal-hal yang dapat kuubah, dan hikmat untuk mengetahui perbedaannya. Menjalani kehidupan dari hari ke hari, Menikmati satu saat pada setiap waktu, Menerima penderitaan sebagai jalan menuju perdamaian, Menerima, seperti yang Kristus lakukan, dunia yang penuh dosa ini, sebagaimana adanya, bukan seperti yang kuharapkan, Percaya bahwa Ia akan membuat segala sesuatunya beres bila aku berserah kepada kehendak-Nya, Agar aku cukup berbahagia di dalam hidup ini dan teramat bahagia bersama-Nya selama-lamanya, dalam kehidupan yang akan datang. Amin.


F. Gereja yang Bergumul di Dunia

Melalui uraian di atas kita sudah melihat bagaimana orang Kristen hidup dan menghadapi berbagai tantangan di dunia. Dalam 1 Petrus 2:9–12, kita sudah diingatkan bahwa ”… sebagai pendatang dan perantau, [kita harus] menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa.” Keinginan-keinginan daging yang dimaksudkan di sini adalah hal-hal yang membuat kita keliru menempatkan prioritas kita. Kita lebih menghargai benda-benda di dalam hidup kita daripada hal-hal yang lebih berharga dan berarti seperti keluarga kita, cinta kasih, sahabat-sahabat kita yang sejati, sukacita yang sungguh-sungguh. Akibatnya hidup kita menjadi dangkal dan hampa. Sebagai gereja Tuhan di muka bumi, kita dipanggil untuk memiliki ”…cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka” (1 Petrus 2:12).

Masalahnya, seringkali gereja lupa akan tugas dan pergumulannya. Gereja lupa bahwa ia dipanggil untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan baik di dunia. Sebaliknya, ada gereja-gereja yang sibuk bertengkar di dalam. Terjadi saling berebut kekuasaan karena orang-orang di dalamnya ingin menjadi pemimpin dan penguasa. Gereja terpecah-belah, akibatnya muncullah gereja-gereja baru hasil perpecahan.

Orang lupa bahwa Tuhan Yesus sendiri tidak suka bila orang saling memperebutkan kedudukan dan berusaha menonjolkan diri. Ia pernah mengatakan, ”Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir” (Matius 20:16).

Ada pula gereja-gereja yang tidak peduli terhadap masyarakat di lingkungannya karena mereka ternyata tidak memeluk agama yang sama, atau bahkan memusuhinya. Terhadap keadaan ini, Tuhan Yesus justru mengajarkan: “Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Matius 5:46–48).

Kent M. Keith, seorang aktivis mahasiswa, pada 1968 menulis ”Perintah yang Paradoks” isinya sebagai berikut. Orang seringkali tidak logis, tidak masuk akal, dan egois. Tetaplah kasihi mereka. Bila engkau berbuat baik, orang menuduhmu egois atau mempunyai motif tersembunyi. Tetaplah berbuat baik. Bila berhasil, engkau akan mendapatkan teman-teman palsu dan musuh sejati. Tetaplah mencapai keberhasilan. Kebaikan yang kamu lakukan hari ini, akan dilupakan besok. Tetaplah lakukan kebaikan. Kejujuran dan keterbukaan membuat engkau rentan. Tetaplah bertindak jujur dan terbuka. Orang-orang paling besar dengan gagasan paling besar dapat dihancurkan oleh orang-orang paling kecil dengan pikiran yang paling kecil. Tetaplah berpikir yang besar. Orang membela para pecundang, namun hanya mengikuti para pemenang. Tetaplah bela para pecundang. Apa yang engkau bangun bertahun-tahun dapat dihancurkan dalam semalam. Tetaplah membangun. Orang membutuhkan pertolongan, namun mungkin akan menyerangmu bila kau tolong. Tetaplah menolong mereka. Berikan yang terbaik padamu kepada dunia, dan engkau akan ditendang sebagai balasannya. Tetaplah berikan yang terbaik yang engkau miliki.

”Perintah yang Paradoks” ini benar-benar menunjukkan cara hidup yang asing di dunia. Mungkin dapat dikatakan bahwa ”Perintah yang Paradoks” ini merupakan versi modern dari ”Ucapan Berbahagia” yang Tuhan Yesus sampaikan dalam Khotbahnya di Bukit. Mestinya inilah yang menjadi pergumulan gereja dan orang Kristen untuk melakukannya di dalam hidupnya di dunia. Setujukah kamu?

Mari, bersama-sama mengucapkan doa untuk dunia oleh John Birch, seorang penulis doa dari Wales, Inggris, demikian: “Berkatilah tangan-tangan yang menghadirkan keutuhan bagi kehidupan yang didera oleh penyakit. Berkatilah orang-orang kudus yang ada di tempat-tempat yang menyedihkan dan kehilangan pengharapan yang menghadirkan pengharapan. Berkatilah orang-orang Kristen yang setiap hari menghadapi perlawanan dalam menghadirkan kesaksian yang setia. Berkatilah kemurahan hati mereka yang kaya dan berkuasa karena mereka mau mengingat orang lain. Berkatilah para pembawa damai yang bekerja di tempat-tempat yang seringkali berbahaya. Berkatilah para politikus yang baik maupun yang buruk untuk semua keputusan yang mempengaruhi kami semua. Berkatilah kata-kata dan tindakan kami sementara kami menghadirkan terang-Mu di tempat-tempat yang diliputi kegelapan. Berkatilah anak-anak-Mu siapapun juga mereka dengan kehangatan kasih dan anugerah-Mu. Dalam nama Yesus Kristus, Tuhan kami, Amin”.


H. Penutup

Sebagai orang Kristen kita hidup dengan dua kewarganegaraan – warga negara di tempat kita tinggal dan warga negara Kerajaan Sorga. Dengan demikian kita terpanggil untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Sorga di dalam hidup kita sehari-hari, baik secara pribadi maupun bersama-sama sebagai gereja. Tuhan Yesus mengajarkan banyak sekali hal yang berkaitan dengan nilai-nilai Kerajaan Sorga yang seringkali bertabrakan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang ditawarkan oleh dunia. Dalam pelajaran ini kita belajar bahwa tidak semua yang ditawarkan oleh dunia itu buruk dan tidak selamanya kehidupan gereja sendiri telah menjadi teladan dan berkat bagi orang lain. Sebagai gereja Tuhan di muka bumi, kita perlu bekerja keras dalam membedakan apa yang menjadi kehendak Allah dan apa yang menjadi keinginan dunia, yang berlawanan dengan nilai-nilai Kerajaan Sorga.


Referensi:

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti  Untuk SMP Kelas IX / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- Edisi Revisi. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018.

Gambar Yesus Memberkati Gereja dari https://sinodegmit.or.id

Baca juga:

PAK Kelas 9 Semester 1

01

Gereja Sebagai Umat Allah yang Baru

02

Mengenal Gerejaku

03

Gereja yang Hidup di Dunia

04

Gereja yang Bersaksi dan Melayani di Dunia

05

Gereja yang Bergumul di Dunia

06

Gereja dan Orang Muda

07

Gereja yang Memperbarui Diri


Tidak ada komentar:

Posting Komentar