Selasa, 08 Februari 2022

Gereja yang Bersaksi dan Melayani di Dunia

 

Kebaktian Gereja
Kebaktian Gereja

Bahan Alkitab

Yohanes 15:18–19;

"Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu. 

Kisah Para Rasul 1:6–8;

Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?". Jawab-Nya: "Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."

Kisah Para Rasul 6:1–6;

Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: "Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman." Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang penganut agama Yahudi dari Antiokhia. Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itu pun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka.


A. Pendahuluan

Marilah kita berdoa, lalu bersama-sama menyanyikan lagu KJ 424 ”Yesus Menginginkan Daku”:

KJ 424 Yesus Menginginkan Daku

B. Mengenal Berbagai Pelayanan Gereja

Berikut ini adalah beberapa catatan yang menarik tentang aktivitas beberapa gereja di berbagai wilayah di tanah air dan di dunia:

Gambar Beberapa mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Jakarta turun membantu para korban banjir Januari 2014 di GPIB Koinonia, Jakarta.

1. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Koinonia, Kebon Pala, pernah menampung sebanyak 1.150 pengungsi banjir besar di Jakarta pada Januari 2014. Para korban banjir ini berasal dari bantaran Kampung Melayu, Kebon Pala, bantaran Ciliwung dan Tongtek, Jatinegara. Mereka terpaksa memenuhi ruangan lantai 2 dan 3 gereja dan tidur dalam kondisi seadanya. 

2. Gereja Kristen Indonesia (GKI), membantu para korban tsunami di Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004. GKI menyatakan, antara lain akan membantu korban bencana untuk mewujudkan kasih luhur Kristus bagi siapa pun yang menderita, dan dalam rangka mewujudkan Hukum Kasih, saling mengasihi sesama manusia, siapa pun mereka, khususnya yang hidupnya sedang dilanda musibah.

3. Ketua Sinode Gereja Kristen Indonesia di Tanah Papua, Pdt. Alberth Yoku, S.Th, mengatakan semua gereja harus memberikan pendidikan kepada kaum laki-laki dewasa agar tidak melakukan hubungan seks yang berisiko seperti misalnya dengan pelacur. ”Jika tetap menyalahkan pelacur itu artinya penyangkalan terhadap perilaku sebagian laki-laki dewasa di Tanah Papua yang sering melacur,” demikian dikatakan oleh Pdt. Yoku.

4. Gereja-gereja dan relawan, berperan aktif dalam membantu orang-orang yang terkena tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Bahkan seorang pastor turut menguburkan mayat-mayat korban bencana tsunami pada Oktober 2010.

5. Dewan gereja-gereja se-Dunia, menyerukan agar gereja-gereja diperlengkapi untuk menolong kaum perempuan yang rentan diserang HIV (Human Immunodeffi ciency Virus). HIV adalah sejenis virus yang sangat berbahaya sehingga menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Apabila tidak mendapatkan perawatan yang tepat dan benar, tubuh orang yang diserang HIV akan terus melemah dan memasuki tahap AIDS (Acquired Immuno Deffi ciency Syndrome), yaitu sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindroma) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Kelompok berbasis gereja dan organisasi-organisasi lain diharapkan memfokuskan perhatian kepada isu kemanusiaan agar dapat mengendalikan ancaman HIV dan AIDS dan mereka yang mengidap penyakit tersebut mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Apa pendapat kamu mengenai berita-berita di atas? Untuk apa semua itu dilakukan oleh gereja? Bukankah negara kita mempunyai Kementerian Sosial yang tugasnya membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan? Pernahkah kamu mendengar komentar orang-orang yang mengatakan, ”Biarkan saja pemerintah yang mengurus semua itu! Kita tidak perlu repot-repot. Gereja bukan badan sosial!” Coba tuliskan pendapatmu di di buku tulis!


C. Gereja yang Memuridkan

Sebelum Tuhan Yesus meninggalkan para murid di dunia dan kembali ke sorga, Ia memberikan amanat penting yang harus dilakukan oleh murid-murid-Nya. Dalam Matius 28:18–20 Tuhan Yesus berkata, ”Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

Para murid dipanggil dan dikumpulkan oleh Tuhan untuk memuridkan bangsa-bangsa dan menjadi bagian dari Kerajaan Surga. Itulah sebabnya Tuhan menjawab, ”Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:8).

Apa artinya menjadi murid Kristus? Sebagian orang mengatakan bahwa menjadi murid berarti menjadi orang Kristen. Bukankah Tuhan memerintahkan para murid agar membaptiskan semua orang dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus? Pemahaman seperti ini juga pernah dimiliki oleh para penginjil atau misionaris pada abad-abad yang lalu. Di abad XVI dan XVII, misalnya, para misionaris di Kepulauan Maluku mengira tugas mereka sudah selesai kalau mereka berhasil membaptiskan orang-orang di sana. Tidak ada tindak lanjut apapun untuk membina mereka untuk memperdalam iman dan mewujudkannya dalam hidup sehari-hari.

Sebagai contoh, Fransiskus Xaverius (baca: Saverius), salah seorang tokoh dan misionaris penting di Gereja Katolik Roma, pergi untuk memberitakan Injil di Maluku. Pada akhir April 1547 ia ke Ambon dan bertemu dengan teman-temannya di sana. Setahun kemudian ia meninggalkan Ambon dan pergi ke Malaka (sekarang di negara Malaysia).

Dalam kunjungannya yang sangat singkat di Ambon, Xaverius berusaha menyebarkan berita injil. Ia segera berkunjung ke beberapa rumah orang Portugis dan orang-orang Kristen di desa-desa sekitarnya, yaitu Tawiri dan Hukunalo. Ia ditemani seorang anak remaja yang menjadi penerjemahnya dan beberapa rekannya yang masih muda. Bila ada orang yang sakit atau anak-anak yang ingin dibaptis, Xaverius akan masuk ke rumah itu dan mendoakan mereka. Anak-anak muda yang menemaninya akan mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli dan Dasa Titah dalam bahasa Melayu. Xaverius kemudian membacakan beberapa ayat dari Injil untuk orang yang sakit, dan kemudian membaptiskan anak-anak yang terlahir sejak kematian imam mereka sebelumnya.

Apakah orang-orang desa itu mengerti bahasa Melayu? Tampaknya tidak. Apakah ia berhasil menjadikan orang-orang desa itu pengikut Kristus? Juga tidak. Mereka memang dibaptiskan dan menjadi Kristen. Mereka juga memakai nama-nama Kristen seperti Abraham, Yakobus, Matius, Ester, Hana, dan sebagainya. Tetapi, apa artinya menjadi seorang Kristen, mereka tidak pahami dengan benar, karena pendidikan iman Kristen yang mereka terima sangat sedikit dan terbatas pada ”Pengakuan Iman Rasuli” dan ”Dasa Titah”. Bahkan Alkitab pun tidak mereka kenal. Penduduk umumnya buta huruf tidak bisa membaca. Jadi, ajaran tentang iman Kristen yang mereka terima dan pahami hanya sedikit sekali. Tidak mengherankan apabila kehidupan mereka pun tidak banyak berubah setelah mereka dibaptiskan. Akibatnya, perintah Tuhan Yesus untuk menjadikan segala bangsa di dunia murid-murid-Nya, tidak benar-benar menjadi kenyataan. Padahal seorang Kristen tidak bisa disebut Kristen apabila ia tidak memperlihatkan hal itu di dalam kelakuannya sehari-hari, sesuai dengan apa yang Tuhan Yesus telah ajarkan kepadanya.

Salah satu hal yang dilakukan oleh orang-orang Kristen perdana untuk menunjukkan bahwa mereka murid-murid Tuhan Yesus adalah menyatakan kasih mereka kepada siapapun juga. Kita sudah melihat bagaimana gereja perdana membuka dirinya terhadap orang-orang yang tersingkirkan dari masyarakat umumnya. Bagaimana dengan gereja-gereja di masa kini?

Di India ada sekelompok orang yang disebut ”Dalit”. Mereka adalah orang-orang yang tidak berkasta dan tidak boleh disentuh karena dianggap haram, najis, dan bisa menyebabkan noda pada diri yang melakukannya. Begitu najisnya kaum Dalit ini sehingga mayoritas masyarakat India tidak rela makanannya disediakan oleh seorang Dalit. Makanan itu dianggapnya akan tercemar. ”Kita bisa menyentuh kucing, anjing, atau binatang apapun, namun menyentuh orang-orang ini adalah polusi,” kata G.K. Gokhale (dalam M.R. Arulraja, Jesus the Dalit, 1996).

Orang-orang Dalit telah berabad-abad ditindas dan disingkirkan dalam sistem kasta India. Mahatma Gandhi, tokoh pendiri India, pernah menyebut Dalit dengan istilah ”Harijan” atau ”anak-anak Tuhan”. Namun kaum Dalit sendiri menolak istilah ini karena tidak menyelesaikan masalah dan penderitaan yang mereka alami. Jumlah mereka sangat besar yaitu sekira 240 juta jiwa di antara lebih dari 1 miliar penduduk India. Banyak dari kaum Dalit ini yang menjadi Kristen, dengan harapan bahwa mereka akan diterima sepenuhnya dan tidak akan didiskriminasikan lagi. Namun sayangnya, banyak orang Kristen India yang masih terkungkung dalam ikatan-ikatan kasta dan tidak bisa menerima kaum Dalit sepenuhnya. Akibatnya, orang-orang Dalit kembali mendapatkan perlakuan diskriminatif di gereja.

Pastor Yesumariya, dari Gereja Katolik Roma di India mengatakan, ”Di Tamil Nadu, lebih dari 70% umat Katolik berasal dari latar belakang Dalit. Tetapi hanya 4 dari 18 uskup kami yang berasal dari komunitas Dalit Kristen” (Prof. M.M. Ninan, Praxis, Orthopraxis, and Orthodoxy). Dari sini jelas bahwa gereja perlu bekerja lebih keras untuk membuat orang-orang Kristen menerima kaum Dalit dan pada akhirnya menghilangkan sistem kasta dari seluruh masyarakat India.

Di Indonesia, gereja-gereja pun sadar akan tugasnya untuk memperjuangkan hak asasi manusia. Di Papua, Gereja Kristen Injili di Tanah Papua dan Gereja Kemah Injil Gereja Indonesia, te,ah lama menyuarakan perlawanan terhadap praktik-praktik ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat Papua. Pada 2012, Pdt. Alberth Yoku, ketua Sinode GKI di Tanah Papua, mengatakan, ”Selama ini kami berusaha untuk menyampaikan masalah-masalah Papua ke Dewan Gereja-gereja se-Dunia. Memang masalah HAM (Hak Asasi Manusia) berat untuk diperjuangkan. Akan tetapi, jangan lelah untuk tetap memperjuangkannya.” (”Gereja-gereja di Tanah Papua Berkomitmen Perjuangkan Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia” dalam Kabar Gereja, September 2012).


Perdalaman Materi

1. Apakah yang dimaksudkan dengan ”Pengakuan Iman Rasuli” dan ”Dasa Titah” itu? Dapatkah kamu mengucapkanya?

A. Pengakuan Iman Rasuli

Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Aku percaya kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita. Yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria. Yang menderita¹ di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut. Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati. Naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang mahakuasa, Dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Aku percaya kepada Roh Kudus, gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan tubuh, dan hidup yang kekal. Amin.

B. Dasa Titah (Keluaran 20:1-17)

Lalu Allah mengucapkan segala firman ini: "Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku. Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan. Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat:  enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya. Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu. Jangan membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apa pun yang dipunyai sesamamu."


2. Bagaimana konsep ”menjadi murid Yesus” dipahami di lingkungan gerejamu? Apa kriteria yang digunakan? Dalam Matius 7: 21, Tuhan Yesus berkata, ”Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.” Kata-kata-Nya ini menunjukkan betapa iman harus menjadi nyata dalam perbuatan kita sehari-hari. Apabila kita mengaku bahwa kita adalah murid-murid Kristus, maka pengakuan itu harus diperlihatkan dalam buah yang baik. Seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, ”Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17–18).


D. Gereja yang Melayani

Gambar Ketujuh diaken pertama

Apa yang kita bahas pada bagian A dan B di atas menunjukkan dengan jelas bahwa konsep menjadi murid Yesus sangat erat hubungannya dengan konsep melayani sesama. Perjuangan menegakkan hak asasi manusia adalah salah satu upaya yang harus dilakukan gereja dan semua orang Kristen sebagai suatu bentuk pelayanan.

Sejak awal gereja terbentuk, orang-orang Kristen perdana telah memahami betapa pentingnya tugas pelayanan gereja. Pada Bab 1, telah dijelaskan bagaimana gereja perdana mengangkat tujuh orang diaken untuk melayani para janda yang terabaikan (Kisah Para Rasul 6:1–6).

Janda adalah sebutan untuk seorang perempuan yang suaminya telah meninggal. Di masa kini sebutan itu juga diberikan kepada mereka yang bercerai (”janda cerai”). Dalam masyarakat Yahudi saat itu, seorang perempuan yang menikah akan masuk ke dalam keluarga suaminya, dan terputus hubungannya dengan keluarganya sendiri. Setelah suami mereka meninggal dunia, sering sekali mereka tidak mendapatkan warisan. Kalaupun ada sangat sedikit. Akibatnya, kehidupan mereka sangat menderita. Itulah sebabnya gereja sangat peduli terhadap kehidupan para janda ini.

Sebagai janda-janda dari kelompok orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani (kaum Yahudi Helenis) mereka mengalami minoritas ganda dari masyarakat Yahudi pada umumnya. Mereka adalah orang-orang Yahudi Helenis yang dianggap sebagai warga kelas dua. Ditambah lagi mereka janda. Karena itulah mereka menjadi sangat tidak berarti.

Dalam Matius 25:40, Tuhan mengajarkan agar kita peduli kepada orang-orang yang tersisihkan. Ia mengatakan, Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”

Para rasul tentu mengingat pesan dan ajaran Tuhan Yesus. Karena itulah, gereja perdana memberikan perhatian khusus kepada para janda dari kelompok Yahudi Helenis ini. Para rasul memahami benar bahwa iman yang mereka beritakan harus dinyatakan dalam perbuatan mereka dalam bentuk kasih kepada orang-orang yang membutuhkannya.

Apa yang dilakukan gereja perdana dengan Perjamuan Kasih, sebetulnya juga merupakan suatu bentuk pelayanan bagi orang-orang yang kekurangan. Ketika setiap warga jemaat membawa makanan di dalam kebaktian mereka, lalu berbagi dan makan bersama, maka orang-orang yang miskin juga bisa makan makanan yang selama ini mungkin hanya bisa dinikmati oleh orang-orang kaya. Dengan cara ini, ajaran Tuhan Yesus tentang kasih diwujudkan secara nyata dalam praktik hidup sehari-hari dengan berbagi. Di masa kini gereja memahami bahwa orang-orang yang tersingkir dan tersisihkan itu bukan hanya para janda. Karena itu, pelayanan gereja pun menjadi semakin luas seperti yang dilakukan oleh beberapa gereja melalui kegiatan-kegiatan bakti sosial kepada masyarakat di masa kini.


E. Gereja yang Bersaksi

Pernahkah kamu mendengar kata ”bersaksi”? Menurut kamu, apakah arti kata itu? Di gereja, seringkali ”kesaksian” diberikan dalam bentuk penceritaan kembali pengalaman seseorang yang menggambarkan bagaimana Tuhan telah bekerja di dalam hidupnya, menolongnya menghadapi suatu peristiwa yang berat. Misalnya, kesaksian dari seseorang yang baru saja sembuh dari sakit. Kesaksian seseorang yang kehilangan pekerjaan, namun kemudian berhasil mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Dapat pula berupa kesaksian tentang seseorang yang baru saja menjadi Kristen.

Apa yang baru saja dibahas di atas tentang gereja dan pelayanannya tidak lain adalah kesaksian gereja tentang kasih Allah bagi dunia ini. Dalam istilah bahasa aslinya, yaitu bahasa Yunani, kesaksian diterjemahkan menjadi marturia. Dari kata ini kemudian dikenal istilah ”martir” atau ”syuhada”, yaitu orang yang mati syahid, meninggal karena imannya.

Dalam Kisah Para Rasul 6:9  sampai 7:60 kita menemukan kisah tentang kematian Stefanus sebagai martir. Sungguh menarik bila kita melihat bahwa kisah ini muncul langsung setelah kisah pengangkatan Stefanus sebagai diaken atau pelayan gereja untuk tugas-tugas sosialnya. Tampaknya ada kaitan yang sangat erat antara diakonia dengan marturia, antara pelayanan dan kesaksian. Mengapa demikian? Brian Stone, seorang teolog Amerika, mengatakan, ”Kesaksian kepada syalom Allah (yang kelak disebut orang Kristen sebagai ’penginjilan’) … dilahirkan dari persilangan kenabian antara pengharapan dan ketidakpuasan, undangan dan konfrontasi, daya tarik dan subversi. Sungguh suatu kerugian besar bagi penginjilan di zaman kita, ketika kesaksian itu kehilangan jangkarnya dalam imajinasi sosial kenabian Yahudi ini dan di dalam visi penuh pengharapan yang sepenuhnya bersifat sosial, mengarah kepada dunia ini, yang historis, terarah kepada materi, dan merujuk kepada kedamaian.”

Dengan penjelasan di atas, Stone ingin menunjukkan bahwa pelayanan sosial yang dilakukan oleh gereja perdana tidak dapat dilepaskan dari visi kenabian di masa Perjanjian Lama tentang masyarakat yang adil yang Allah kehendaki. Itulah sebabnya para diaken melayani orang-orang miskin dan para janda yang terlupakan. Di satu pihak mereka memberikan pengharapan kepada banyak orang yang selama ini tertindas. Namun yang menjadi masalah ialah bahwa hal ini dapat dianggap mengganggu tatanan masyarakat yang sudah terbentuk selama ini. Pertama-tama, semakin banyak orang-orang yang bergabung dengan gereja perdana. Bukan hanya itu, di antara mereka yang ikut bergabung juga terdapat ”sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya” (Kisah Para Rasul 6:7). Hal ini tentu mencemaskan orang-orang Yahudi yang menolak Yesus.

Selain itu, tampaknya kehadiran orang-orang helenis juga membangkitkan pertanyaan, apakah mereka harus menjadi Yahudi terlebih dahulu ataukah mereka dapat langsung menjadi Kristen? Saat itu, orang-orang Kristen masih dianggap sebagai bagian dari umat Yahudi. Karena itu, ketika semakin banyak orang-orang helenis bergabung dan tidak dituntut untuk menjadi Yahudi terlebih dahulu, muncullah kegelisahan di kalangan para pemuka Yahudi bahwa para pemimpin Kristen ini merusak kaidah-kaidah keagamaan umat Yahudi. Hal ini akan dibahas lebih jauh di kelas X, namun untuk sementara ini, kita perlu mencatat bahwa para pemimpin Yahudi merasa risau dengan perkembangan kelompok yang baru dari pengikut Yesus.

Dalam Kisah Para Rasul 6:11 dikatakan, ”Kami telah mendengar dia mengucapkan kata-kata hujat terhadap Musa dan Allah.” Tuduhan para pemimpin Yahudi ini tampaknya merujuk kepada ajaran yang berkembang di kalangan orang-orang helenis, bahwa mereka dapat langsung menjadi Kristen tanpa harus menjadi Yahudi terlebih dahulu. Hal inilah yang dianggap sebagai hujatan terhadap Musa dan Allah. Ajaran Stefanus dianggap telah melecehkan ajaran Taurat yang selama ini menduduki tempat yang utama dalam kehidupan seorang Yahudi. Itulah sebabnya, ”mereka mengadakan suatu gerakan di antara orang banyak serta tua-tua dan ahli-ahli Taurat; mereka menyergap Stefanus, menyeretnya dan membawanya ke hadapan Mahkamah Agama” (Kisah Para Rasul 6:12). Akibatnya, Stefanus ditangkap, diadili, dan dirajam sampai mati. Stefanus pun menjadi martir Kristen pertama.


F. Pelayanan Sosial Gereja dan Tantangannya

Pelayanan sosial gereja yang memberdayakan tampaknya akan selalu menimbulkan kontroversi dan tantangan. Tidak selamanya orang bersukacita apabila melihat orang lain diberdayakan. Ada pihak-pihak tertentu yang selama ini memetik keuntungan dari ketidakberdayaan orang lain yang merasa sangat terganggu. Itulah yang kita lihat dalam Bab 3 yang lalu, ketika Pdt. Dr. Martin Luther King, Jr. berjuang demi kesetaraan kedudukan dan status orang-orang kulit hitam dengan orang kulit putih. Dia pun menghadapi banyak musuh, bahkan sampai akhirnya ia ditembak mati karena perjuangannya untuk memperjuangkan hak-hak asasi orang-orang kulit hitam di Amerika Serikat. Mengapa demikian? Selama orang-orang kulit hitam dianggap lebih rendah daripada orang kulit putih, orang-orang kulit putih dapat memperlakukan mereka dengan semau-mau mereka. Mereka dapat diberi upah yang sangat rendah sementara pada saat yang sama mereka tidak memperoleh jaminan sosial yang menjadi hak mereka.

Apa yang terjadi di Amerika Serikat pada masa-masa tahun 1960-an dan sebelumnya, dapat pula kita saksikan terjadi di masa kini. Ketika orang-orang miskin tidak berdaya, mereka dapat dijadikan pekerja kasar dengan gaji yang sangat rendah. Mereka pun tidak mendapatkan jaminan kehidupan yang paling mendasar, seperti bantuan kesehatan, tunjangan hari tua, dan lain-lain. Mereka hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, buruh di pabrik, petani penggarap yang bekerja untuk para pemilik sawah, TKI/TKW di luar negeri, dan lain-lain.


Sekarang, bacalah berita di bawah ini.

Melalui Biro Pelayanan Buruh Lembaga Daya Dharma (BPB-LDD), Keuskupan Agung Jakarta membantu buruh yang bekerja dengan sistem kontrak dan outsourcing di sejumlah perusahaan manufaktur. Biro ini telah membuat Forum Buruh Bangkit untuk buruh kontrak dan outsourcing di kawasan Tangerang. Lewat forum ini, mereka diajak mempersiapkan UU Ketenagakerjaan yang baru karena UU yang sekarang amat melemahkan buruh. Kelompok-kelompok buruh kontrak dan outsourcing pun mulai terbentuk di daerah Tigaraksa, Tangerang. Aktivitas ini dimulai tahun ini. BPB-LDD juga sedang merintis pembentukan kelompok buruh di kawasan Jatake, Tangerang.

Melalui kelompok-kelompok ini, BPB-LDD mendampingi buruh kontrak dan outsourcing dengan memberikan beragam pelatihan seperti pengelolaan ekonomi rumah tangga (ERT). ”Konkretnya, bagaimana mereka dapat mengatur pendapatan yang relatif kecil itu,” urai Lukas Gathot Widyanata, aktivis perburuhan dan pekerja di BPB-LDD saat ditemui di Kantor LDD, Jakarta Pusat. Dengan dukungan dari berbagai pihak, biro ini juga memberikan pelatihan usaha kecil atau wirausaha, koperasi, dan keterampilan lainnya. ”Tujuannya, mereka dapat memperoleh tambahan penghasilan,” imbuh Gathot. Di Tigaraksa ini, BPB-LDD mendampingi buruh kontrak dan outsourcing yang tersebar di beberapa pabrik, seperti pabrik makanan, sepatu, kaleng, bolpoin, kosmetik, sabun, dan garmen.

Pendampingan yang dilakukan tidak melulu pada buruhnya saja, tetapi meluas sampai pendampingan keluarga. ”Mimpi kami adalah membentuk serikat buruh berbasis buruh kontrak dan outsourcing. Tapi tidak hanya mendampingi advokasi hak-hak buruh saja, juga mendampingi ekonomi rumah tangga para buruh,” papar Gathot.

Nah, selain apa yang sudah dilakukan oleh Keuskupan Agung Gereja Katolik Roma di Jakarta, apakah ada lagi orang-orang yang bersedia menolong dan memberdayakan orang-orang seperti ini? Tahukah kamu, gereja-gereja mana lagi yang sudah melakukannya? Coba tanyakan kepada orangtuamu atau pendetamu di gereja, sejauh mana gerejamu sudah bekerja keras untuk memberdayakan orang-orang yang terpinggirkan, lalu tuliskan jawaban kamu di buku tulis.

Dalam Yohanes 15:18-19 dikatakan bahwa pengikut Kristus akan banyak menghadapi tantangan dalam hidupnya. Antara lain mereka akan dibenci dan dimusuhi dunia. Menurut kamu, mengapa hal ini dapat terjadi? Hal-hal apa lagi yang dapat membuat pengikut Kristus menghadapi tantangan berat di dunia? Apakah kamu siap menghadapi tantangan seperti itu? Tuliskan jawabanmu di buku tulis.


G. Penutup

Tugas diakonia (pelayanan) dan marturia (kesaksian) gereja adalah dua tugas yang tidak dapat diabaikan. Kedua-duanya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan seorang Kristen sebagai murid Kristus. Dengan kata lain, menjadi murid Kristus selalu menuntut seseorang untuk melayani dan memberikan kesaksian kepada dunia tentang apa yang telah dilakukan Yesus Kristus bagi umat manusia dan seluruh alam semesta.

Bersaksi ternyata tidak cukup hanya dengan berkata-kata atau menceritakan kepada orang lain apa arti keselamatan yang telah dikerjakan oleh Tuhan Yesus kepada kita. Bersaksi ternyata harus diwujudkan lewat tindakan dan perbuatan, antara lain dengan menolong sesama agar mereka pun merasakan arti kemerdekaan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus. Kemerdekaan itu harus dipahami bukan hanya dalam arti rohani seperti kebebasan dari dosa, melainkan juga kebebasan dari belenggu-belenggu yang menyebabkan orang menjadi lemah, bodoh, tidak berdaya, dan dieksploitasi. Seperti yang dikatakan oleh nabi Yesaya, ….supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! (Yesaya 58: 6–7).

Inilah kabar sukacita yang diberitakan Tuhan Yesus lewat pemberitaan Injil dan pelayanan-Nya. Ia menyembuhkan orang yang sakit, memberikan makan kepada yang lapar, menjadi sahabat bagi mereka yang tersingkirkan, dan lain-lain. Kabar sukacita yang ini benar-benar merupakan kabar yang memerdekakan, yang nyata dan langsung dirasakan oleh orang-orang di sekitar-Nya.

Marilah kita menyanyikan nyanyian penutup sambil mengukuhkan tekad kita untuk bersaksi  dan melayani sesama dengan lagu Nyanyian NKB 210 ”‘Ku Utus ‘Kau”.

NKB 210 Ku Utus Kau

Referensi:

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti  Untuk SMP Kelas IX / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- Edisi Revisi. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018.

Gambar Kebaktian Gereja dari https://www.sesawi.net

Baca juga:

PAK Kelas 9 Semester 1

01

Gereja Sebagai Umat Allah yang Baru

02

Mengenal Gerejaku

03

Gereja yang Hidup di Dunia

04

Gereja yang Bersaksi dan Melayani di Dunia

05

Gereja yang Bergumul di Dunia

06

Gereja dan Orang Muda

07

Gereja yang Memperbarui Diri


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar