Kebaktian Gereja |
Bahan Alkitab
Yohanes
15:18–19;
"Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.
Kisah Para Rasul 1:6–8;
Maka
bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: "Tuhan, maukah Engkau pada masa
ini memulihkan kerajaan bagi Israel?". Jawab-Nya: "Engkau tidak perlu
mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi
kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan
menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke
ujung bumi."
Kisah Para Rasul 6:1–6;
Pada
masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di
antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani,
karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan
sehari-hari. Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid
berkumpul dan berkata: "Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan
Firman Allah untuk melayani meja. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh
orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya
kami mengangkat mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat
memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman." Usul itu diterima baik
oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan
Roh Kudus, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus,
seorang penganut agama Yahudi dari Antiokhia. Mereka itu dihadapkan kepada
rasul-rasul, lalu rasul-rasul itu pun berdoa dan meletakkan tangan di atas
mereka.
A. Pendahuluan
Marilah
kita berdoa, lalu bersama-sama menyanyikan lagu KJ 424 ”Yesus Menginginkan
Daku”:
B. Mengenal Berbagai Pelayanan Gereja
Berikut
ini adalah beberapa catatan yang menarik tentang aktivitas beberapa gereja di berbagai
wilayah di tanah air dan di dunia:
1. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Koinonia, Kebon Pala, pernah menampung sebanyak 1.150 pengungsi banjir besar di Jakarta pada Januari 2014. Para korban banjir ini berasal dari bantaran Kampung Melayu, Kebon Pala, bantaran Ciliwung dan Tongtek, Jatinegara. Mereka terpaksa memenuhi ruangan lantai 2 dan 3 gereja dan tidur dalam kondisi seadanya.
2. Gereja Kristen
Indonesia (GKI), membantu para korban
tsunami di Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004. GKI menyatakan, antara lain
akan membantu korban bencana untuk mewujudkan kasih luhur Kristus bagi siapa
pun yang menderita, dan dalam rangka mewujudkan Hukum Kasih, saling mengasihi
sesama manusia, siapa pun mereka, khususnya yang hidupnya sedang dilanda
musibah.
3. Ketua Sinode Gereja
Kristen Indonesia di Tanah Papua, Pdt. Alberth Yoku, S.Th, mengatakan semua
gereja harus memberikan pendidikan kepada kaum laki-laki dewasa agar tidak
melakukan hubungan seks yang berisiko seperti misalnya dengan pelacur. ”Jika
tetap menyalahkan pelacur itu artinya penyangkalan terhadap perilaku sebagian
laki-laki dewasa di Tanah Papua yang sering melacur,” demikian dikatakan oleh
Pdt. Yoku.
4. Gereja-gereja
dan relawan, berperan aktif dalam
membantu orang-orang yang terkena tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat.
Bahkan seorang pastor turut menguburkan mayat-mayat korban bencana tsunami pada
Oktober 2010.
5. Dewan
gereja-gereja se-Dunia, menyerukan agar
gereja-gereja diperlengkapi untuk menolong kaum perempuan yang rentan diserang
HIV (Human Immunodeffi ciency Virus). HIV adalah sejenis virus yang sangat
berbahaya sehingga menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Apabila tidak
mendapatkan perawatan yang tepat dan benar, tubuh orang yang diserang HIV akan
terus melemah dan memasuki tahap AIDS (Acquired Immuno Deffi ciency Syndrome),
yaitu sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindroma) yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Kelompok
berbasis gereja dan organisasi-organisasi lain diharapkan memfokuskan perhatian
kepada isu kemanusiaan agar dapat mengendalikan ancaman HIV dan AIDS dan mereka
yang mengidap penyakit tersebut mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Apa
pendapat kamu mengenai berita-berita di atas? Untuk apa semua itu dilakukan
oleh gereja? Bukankah negara kita mempunyai Kementerian Sosial yang tugasnya
membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan? Pernahkah kamu mendengar
komentar orang-orang yang mengatakan, ”Biarkan saja pemerintah yang mengurus semua
itu! Kita tidak perlu repot-repot. Gereja bukan badan sosial!” Coba tuliskan
pendapatmu di di buku tulis!
C. Gereja yang
Memuridkan
Sebelum
Tuhan Yesus meninggalkan para murid di dunia dan kembali ke sorga, Ia
memberikan amanat penting yang harus dilakukan oleh murid-murid-Nya. Dalam
Matius 28:18–20 Tuhan Yesus berkata, ”Kepada-Ku
telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman.”
Para
murid dipanggil dan dikumpulkan oleh Tuhan untuk memuridkan bangsa-bangsa dan
menjadi bagian dari Kerajaan Surga. Itulah sebabnya Tuhan menjawab, ”Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh
Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di
seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:8).
Apa
artinya menjadi murid Kristus? Sebagian orang mengatakan bahwa menjadi murid
berarti menjadi orang Kristen. Bukankah Tuhan memerintahkan para murid agar
membaptiskan semua orang dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus? Pemahaman seperti
ini juga pernah dimiliki oleh para penginjil atau misionaris pada abad-abad
yang lalu. Di abad XVI dan XVII, misalnya, para misionaris di Kepulauan Maluku
mengira tugas mereka sudah selesai kalau mereka berhasil membaptiskan
orang-orang di sana. Tidak ada tindak lanjut apapun untuk membina mereka untuk
memperdalam iman dan mewujudkannya dalam hidup sehari-hari.
Sebagai
contoh, Fransiskus Xaverius (baca: Saverius), salah seorang tokoh dan
misionaris penting di Gereja Katolik Roma, pergi untuk memberitakan Injil di
Maluku. Pada akhir April 1547 ia ke Ambon dan bertemu dengan teman-temannya di
sana. Setahun kemudian ia meninggalkan Ambon dan pergi ke Malaka (sekarang di
negara Malaysia).
Dalam
kunjungannya yang sangat singkat di Ambon, Xaverius berusaha menyebarkan berita
injil. Ia segera berkunjung ke beberapa rumah orang Portugis dan orang-orang
Kristen di desa-desa sekitarnya, yaitu Tawiri dan Hukunalo. Ia ditemani seorang
anak remaja yang menjadi penerjemahnya dan beberapa rekannya yang masih muda.
Bila ada orang yang sakit atau anak-anak yang ingin dibaptis, Xaverius akan
masuk ke rumah itu dan mendoakan mereka. Anak-anak muda yang menemaninya akan
mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli dan Dasa Titah dalam bahasa Melayu. Xaverius
kemudian membacakan beberapa ayat dari Injil untuk orang yang sakit, dan
kemudian membaptiskan anak-anak yang terlahir sejak kematian imam mereka
sebelumnya.
Apakah
orang-orang desa itu mengerti bahasa Melayu? Tampaknya tidak. Apakah ia
berhasil menjadikan orang-orang desa itu pengikut Kristus? Juga tidak. Mereka
memang dibaptiskan dan menjadi Kristen. Mereka juga memakai nama-nama Kristen
seperti Abraham, Yakobus, Matius, Ester, Hana, dan sebagainya. Tetapi, apa
artinya menjadi seorang Kristen, mereka tidak pahami dengan benar, karena
pendidikan iman Kristen yang mereka terima sangat sedikit dan terbatas pada
”Pengakuan Iman Rasuli” dan ”Dasa Titah”. Bahkan Alkitab pun tidak mereka
kenal. Penduduk umumnya buta huruf tidak bisa membaca. Jadi, ajaran tentang
iman Kristen yang mereka terima dan pahami hanya sedikit sekali. Tidak
mengherankan apabila kehidupan mereka pun tidak banyak berubah setelah mereka
dibaptiskan. Akibatnya, perintah Tuhan Yesus untuk menjadikan segala bangsa di
dunia murid-murid-Nya, tidak benar-benar menjadi kenyataan. Padahal seorang
Kristen tidak bisa disebut Kristen apabila ia tidak memperlihatkan hal itu di
dalam kelakuannya sehari-hari, sesuai dengan apa yang Tuhan Yesus telah ajarkan
kepadanya.
Salah
satu hal yang dilakukan oleh orang-orang Kristen perdana untuk menunjukkan
bahwa mereka murid-murid Tuhan Yesus adalah menyatakan kasih mereka kepada
siapapun juga. Kita sudah melihat bagaimana gereja perdana membuka dirinya
terhadap orang-orang yang tersingkirkan dari masyarakat umumnya. Bagaimana
dengan gereja-gereja di masa kini?
Di
India ada sekelompok orang yang disebut ”Dalit”.
Mereka adalah orang-orang yang tidak berkasta dan tidak boleh disentuh karena
dianggap haram, najis, dan bisa menyebabkan noda pada diri yang melakukannya.
Begitu najisnya kaum Dalit ini sehingga mayoritas masyarakat India tidak rela
makanannya disediakan oleh seorang Dalit. Makanan itu dianggapnya akan
tercemar. ”Kita bisa menyentuh kucing,
anjing, atau binatang apapun, namun menyentuh orang-orang ini adalah polusi,”
kata G.K. Gokhale (dalam M.R. Arulraja, Jesus the Dalit, 1996).
Orang-orang
Dalit telah berabad-abad ditindas dan disingkirkan dalam sistem kasta India. Mahatma Gandhi, tokoh pendiri India,
pernah menyebut Dalit dengan istilah ”Harijan”
atau ”anak-anak Tuhan”. Namun kaum
Dalit sendiri menolak istilah ini karena tidak menyelesaikan masalah dan
penderitaan yang mereka alami. Jumlah mereka sangat besar yaitu sekira 240 juta
jiwa di antara lebih dari 1 miliar penduduk India. Banyak dari kaum Dalit ini
yang menjadi Kristen, dengan harapan bahwa mereka akan diterima sepenuhnya dan
tidak akan didiskriminasikan lagi. Namun sayangnya, banyak orang Kristen India
yang masih terkungkung dalam ikatan-ikatan kasta dan tidak bisa menerima kaum
Dalit sepenuhnya. Akibatnya, orang-orang Dalit kembali mendapatkan perlakuan
diskriminatif di gereja.
Pastor Yesumariya,
dari Gereja Katolik Roma di India mengatakan, ”Di Tamil Nadu, lebih dari 70%
umat Katolik berasal dari latar belakang Dalit. Tetapi hanya 4 dari 18 uskup
kami yang berasal dari komunitas Dalit Kristen” (Prof. M.M. Ninan, Praxis,
Orthopraxis, and Orthodoxy). Dari sini jelas bahwa gereja perlu bekerja lebih
keras untuk membuat orang-orang Kristen menerima kaum Dalit dan pada akhirnya
menghilangkan sistem kasta dari seluruh masyarakat India.
Di
Indonesia, gereja-gereja pun sadar akan tugasnya untuk memperjuangkan hak asasi
manusia. Di Papua, Gereja Kristen Injili di Tanah Papua dan Gereja Kemah Injil
Gereja Indonesia, te,ah lama menyuarakan perlawanan terhadap praktik-praktik
ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat Papua. Pada 2012, Pdt. Alberth Yoku, ketua Sinode GKI di
Tanah Papua, mengatakan, ”Selama ini kami berusaha untuk menyampaikan
masalah-masalah Papua ke Dewan Gereja-gereja se-Dunia. Memang masalah HAM (Hak
Asasi Manusia) berat untuk diperjuangkan. Akan tetapi, jangan lelah untuk tetap
memperjuangkannya.” (”Gereja-gereja di Tanah Papua Berkomitmen Perjuangkan
Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia” dalam Kabar Gereja, September 2012).
Perdalaman Materi
1. Apakah yang dimaksudkan dengan ”Pengakuan Iman Rasuli” dan ”Dasa Titah” itu? Dapatkah kamu mengucapkanya?
A. Pengakuan Iman Rasuli
Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Aku percaya kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita. Yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria. Yang menderita¹ di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut. Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati. Naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang mahakuasa, Dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Aku percaya kepada Roh Kudus, gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan tubuh, dan hidup yang kekal. Amin.
B. Dasa Titah (Keluaran 20:1-17)
Lalu Allah mengucapkan
segala firman ini: "Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari
tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu allah lain di
hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di
langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di
bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab
Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa
kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang
yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang,
yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.
Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan
memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan. Ingatlah
dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari
lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari
ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan,
engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki,
atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat
kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan
segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN
memberkati hari Sabat dan menguduskannya. Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya
lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu. Jangan
membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta
tentang sesamamu. Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini
isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau
keledainya, atau apa pun yang dipunyai sesamamu."
2.
Bagaimana konsep ”menjadi murid Yesus” dipahami di lingkungan gerejamu? Apa
kriteria yang digunakan? Dalam Matius 7: 21, Tuhan Yesus berkata, ”Bukan setiap
orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga,
melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.”
Kata-kata-Nya ini menunjukkan betapa iman harus menjadi nyata dalam perbuatan
kita sehari-hari. Apabila kita mengaku bahwa kita adalah murid-murid Kristus,
maka pengakuan itu harus diperlihatkan dalam buah yang baik. Seperti yang
dikatakan Tuhan Yesus, ”Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah
yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.
Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun
pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius
7:17–18).
D. Gereja yang
Melayani
Sejak
awal gereja terbentuk, orang-orang Kristen perdana telah memahami betapa
pentingnya tugas pelayanan gereja. Pada Bab 1, telah dijelaskan bagaimana
gereja perdana mengangkat tujuh orang diaken untuk melayani para janda yang
terabaikan (Kisah Para Rasul 6:1–6).
Janda
adalah sebutan untuk seorang perempuan yang suaminya telah meninggal. Di masa
kini sebutan itu juga diberikan kepada mereka yang bercerai (”janda cerai”).
Dalam masyarakat Yahudi saat itu, seorang perempuan yang menikah akan masuk ke
dalam keluarga suaminya, dan terputus hubungannya dengan keluarganya sendiri.
Setelah suami mereka meninggal dunia, sering sekali mereka tidak mendapatkan
warisan. Kalaupun ada sangat sedikit. Akibatnya, kehidupan mereka sangat
menderita. Itulah sebabnya gereja sangat peduli terhadap kehidupan para janda
ini.
Sebagai
janda-janda dari kelompok orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani (kaum Yahudi
Helenis) mereka mengalami minoritas ganda dari masyarakat Yahudi pada umumnya.
Mereka adalah orang-orang Yahudi Helenis yang dianggap sebagai warga kelas dua.
Ditambah lagi mereka janda. Karena itulah mereka menjadi sangat tidak berarti.
Dalam
Matius 25:40, Tuhan mengajarkan agar kita peduli kepada orang-orang yang
tersisihkan. Ia mengatakan, ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan
untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku.”
Para
rasul tentu mengingat pesan dan ajaran Tuhan Yesus. Karena itulah, gereja
perdana memberikan perhatian khusus kepada para janda dari kelompok Yahudi
Helenis ini. Para rasul memahami benar bahwa iman yang mereka beritakan harus
dinyatakan dalam perbuatan mereka dalam bentuk kasih kepada orang-orang yang
membutuhkannya.
Apa
yang dilakukan gereja perdana dengan Perjamuan Kasih, sebetulnya juga merupakan
suatu bentuk pelayanan bagi orang-orang yang kekurangan. Ketika setiap warga
jemaat membawa makanan di dalam kebaktian mereka, lalu berbagi dan makan
bersama, maka orang-orang yang miskin juga bisa makan makanan yang selama ini
mungkin hanya bisa dinikmati oleh orang-orang kaya. Dengan cara ini, ajaran
Tuhan Yesus tentang kasih diwujudkan secara nyata dalam praktik hidup
sehari-hari dengan berbagi. Di masa kini gereja memahami bahwa orang-orang yang
tersingkir dan tersisihkan itu bukan hanya para janda. Karena itu, pelayanan
gereja pun menjadi semakin luas seperti yang dilakukan oleh beberapa gereja
melalui kegiatan-kegiatan bakti sosial kepada masyarakat di masa kini.
E. Gereja yang
Bersaksi
Pernahkah
kamu mendengar kata ”bersaksi”?
Menurut kamu, apakah arti kata itu? Di gereja, seringkali ”kesaksian” diberikan dalam bentuk penceritaan kembali pengalaman
seseorang yang menggambarkan bagaimana Tuhan telah bekerja di dalam hidupnya,
menolongnya menghadapi suatu peristiwa yang berat. Misalnya, kesaksian dari
seseorang yang baru saja sembuh dari sakit. Kesaksian seseorang yang kehilangan
pekerjaan, namun kemudian berhasil mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Dapat
pula berupa kesaksian tentang seseorang yang baru saja menjadi Kristen.
Apa
yang baru saja dibahas di atas tentang gereja dan pelayanannya tidak lain
adalah kesaksian gereja tentang kasih Allah bagi dunia ini. Dalam istilah
bahasa aslinya, yaitu bahasa Yunani, kesaksian
diterjemahkan menjadi marturia. Dari
kata ini kemudian dikenal istilah ”martir”
atau ”syuhada”, yaitu orang yang mati
syahid, meninggal karena imannya.
Dalam
Kisah Para Rasul 6:9 sampai 7:60 kita
menemukan kisah tentang kematian Stefanus sebagai martir. Sungguh menarik bila
kita melihat bahwa kisah ini muncul langsung setelah kisah pengangkatan
Stefanus sebagai diaken atau pelayan gereja untuk tugas-tugas sosialnya.
Tampaknya ada kaitan yang sangat erat antara diakonia dengan marturia, antara
pelayanan dan kesaksian. Mengapa demikian? Brian
Stone, seorang teolog Amerika, mengatakan, ”Kesaksian kepada syalom Allah (yang kelak disebut orang Kristen
sebagai ’penginjilan’) … dilahirkan dari persilangan kenabian antara
pengharapan dan ketidakpuasan, undangan dan konfrontasi, daya tarik dan
subversi. Sungguh suatu kerugian besar bagi penginjilan di zaman kita, ketika
kesaksian itu kehilangan jangkarnya dalam imajinasi sosial kenabian Yahudi ini
dan di dalam visi penuh pengharapan yang sepenuhnya bersifat sosial, mengarah
kepada dunia ini, yang historis, terarah kepada materi, dan merujuk kepada
kedamaian.”
Dengan
penjelasan di atas, Stone ingin menunjukkan bahwa pelayanan sosial yang
dilakukan oleh gereja perdana tidak dapat dilepaskan dari visi kenabian di masa
Perjanjian Lama tentang masyarakat yang adil yang Allah kehendaki. Itulah
sebabnya para diaken melayani orang-orang miskin dan para janda yang
terlupakan. Di satu pihak mereka memberikan pengharapan kepada banyak orang
yang selama ini tertindas. Namun yang menjadi masalah ialah bahwa hal ini dapat
dianggap mengganggu tatanan masyarakat yang sudah terbentuk selama ini.
Pertama-tama, semakin banyak orang-orang yang bergabung dengan gereja perdana.
Bukan hanya itu, di antara mereka yang ikut bergabung juga terdapat ”sejumlah
besar imam menyerahkan diri dan percaya” (Kisah Para Rasul 6:7). Hal ini tentu
mencemaskan orang-orang Yahudi yang menolak Yesus.
Selain
itu, tampaknya kehadiran orang-orang helenis juga membangkitkan pertanyaan,
apakah mereka harus menjadi Yahudi terlebih dahulu ataukah mereka dapat
langsung menjadi Kristen? Saat itu, orang-orang Kristen masih dianggap sebagai
bagian dari umat Yahudi. Karena itu, ketika semakin banyak orang-orang helenis
bergabung dan tidak dituntut untuk menjadi Yahudi terlebih dahulu, muncullah
kegelisahan di kalangan para pemuka Yahudi bahwa para pemimpin Kristen ini
merusak kaidah-kaidah keagamaan umat Yahudi. Hal ini akan dibahas lebih jauh di
kelas X, namun untuk sementara ini, kita perlu mencatat bahwa para pemimpin
Yahudi merasa risau dengan perkembangan kelompok yang baru dari pengikut Yesus.
Dalam
Kisah Para Rasul 6:11 dikatakan, ”Kami
telah mendengar dia mengucapkan kata-kata hujat terhadap Musa dan Allah.” Tuduhan
para pemimpin Yahudi ini tampaknya merujuk kepada ajaran yang berkembang di
kalangan orang-orang helenis, bahwa mereka dapat langsung menjadi Kristen tanpa
harus menjadi Yahudi terlebih dahulu. Hal inilah yang dianggap sebagai hujatan
terhadap Musa dan Allah. Ajaran Stefanus dianggap telah melecehkan ajaran
Taurat yang selama ini menduduki tempat yang utama dalam kehidupan seorang
Yahudi. Itulah sebabnya, ”mereka
mengadakan suatu gerakan di antara orang banyak serta tua-tua dan ahli-ahli
Taurat; mereka menyergap Stefanus, menyeretnya dan membawanya ke hadapan
Mahkamah Agama” (Kisah Para Rasul 6:12). Akibatnya, Stefanus ditangkap,
diadili, dan dirajam sampai mati. Stefanus pun menjadi martir Kristen pertama.
F. Pelayanan Sosial
Gereja dan Tantangannya
Pelayanan
sosial gereja yang memberdayakan tampaknya akan selalu menimbulkan kontroversi
dan tantangan. Tidak selamanya orang bersukacita apabila melihat orang lain
diberdayakan. Ada pihak-pihak tertentu yang selama ini memetik keuntungan dari
ketidakberdayaan orang lain yang merasa sangat terganggu. Itulah yang kita
lihat dalam Bab 3 yang lalu, ketika Pdt.
Dr. Martin Luther King, Jr. berjuang demi kesetaraan kedudukan dan status
orang-orang kulit hitam dengan orang kulit putih. Dia pun menghadapi banyak
musuh, bahkan sampai akhirnya ia ditembak mati karena perjuangannya untuk
memperjuangkan hak-hak asasi orang-orang kulit hitam di Amerika Serikat. Mengapa
demikian? Selama orang-orang kulit hitam dianggap lebih rendah daripada orang
kulit putih, orang-orang kulit putih dapat memperlakukan mereka dengan
semau-mau mereka. Mereka dapat diberi upah yang sangat rendah sementara pada
saat yang sama mereka tidak memperoleh jaminan sosial yang menjadi hak mereka.
Apa
yang terjadi di Amerika Serikat pada masa-masa tahun 1960-an dan sebelumnya,
dapat pula kita saksikan terjadi di masa kini. Ketika orang-orang miskin tidak
berdaya, mereka dapat dijadikan pekerja kasar dengan gaji yang sangat rendah.
Mereka pun tidak mendapatkan jaminan kehidupan yang paling mendasar, seperti
bantuan kesehatan, tunjangan hari tua, dan lain-lain. Mereka hanya bekerja
sebagai pembantu rumah tangga, buruh di pabrik, petani penggarap yang bekerja
untuk para pemilik sawah, TKI/TKW di luar negeri, dan lain-lain.
Sekarang, bacalah berita di bawah ini.
Melalui Biro Pelayanan Buruh Lembaga Daya Dharma (BPB-LDD),
Keuskupan Agung Jakarta membantu buruh yang bekerja dengan sistem kontrak dan
outsourcing di sejumlah perusahaan manufaktur. Biro ini telah membuat Forum
Buruh Bangkit untuk buruh kontrak dan outsourcing di kawasan Tangerang. Lewat
forum ini, mereka diajak mempersiapkan UU Ketenagakerjaan yang baru karena UU
yang sekarang amat melemahkan buruh. Kelompok-kelompok buruh kontrak dan
outsourcing pun mulai terbentuk di daerah Tigaraksa, Tangerang. Aktivitas ini
dimulai tahun ini. BPB-LDD juga sedang merintis pembentukan kelompok buruh di
kawasan Jatake, Tangerang.
Melalui kelompok-kelompok ini, BPB-LDD mendampingi buruh kontrak
dan outsourcing dengan memberikan beragam pelatihan seperti pengelolaan ekonomi
rumah tangga (ERT). ”Konkretnya, bagaimana mereka dapat mengatur pendapatan
yang relatif kecil itu,” urai Lukas
Gathot Widyanata, aktivis perburuhan dan pekerja di BPB-LDD saat ditemui di
Kantor LDD, Jakarta Pusat. Dengan dukungan dari berbagai pihak, biro ini juga
memberikan pelatihan usaha kecil atau wirausaha, koperasi, dan keterampilan
lainnya. ”Tujuannya, mereka dapat memperoleh tambahan penghasilan,” imbuh
Gathot. Di Tigaraksa ini, BPB-LDD mendampingi buruh kontrak dan outsourcing
yang tersebar di beberapa pabrik, seperti pabrik makanan, sepatu, kaleng,
bolpoin, kosmetik, sabun, dan garmen.
Pendampingan yang dilakukan tidak melulu pada buruhnya saja,
tetapi meluas sampai pendampingan keluarga. ”Mimpi kami adalah membentuk
serikat buruh berbasis buruh kontrak dan outsourcing. Tapi tidak hanya
mendampingi advokasi hak-hak buruh saja, juga mendampingi ekonomi rumah tangga
para buruh,” papar Gathot.
Nah,
selain apa yang sudah dilakukan oleh Keuskupan Agung Gereja Katolik Roma di
Jakarta, apakah ada lagi orang-orang yang bersedia menolong dan memberdayakan
orang-orang seperti ini? Tahukah kamu, gereja-gereja mana lagi yang sudah
melakukannya? Coba tanyakan kepada orangtuamu atau pendetamu di gereja, sejauh
mana gerejamu sudah bekerja keras untuk memberdayakan orang-orang yang
terpinggirkan, lalu tuliskan jawaban kamu di buku tulis.
Dalam
Yohanes 15:18-19 dikatakan bahwa pengikut Kristus akan banyak menghadapi
tantangan dalam hidupnya. Antara lain mereka akan dibenci dan dimusuhi dunia.
Menurut kamu, mengapa hal ini dapat terjadi? Hal-hal apa lagi yang dapat
membuat pengikut Kristus menghadapi tantangan berat di dunia? Apakah kamu siap
menghadapi tantangan seperti itu? Tuliskan jawabanmu di buku tulis.
G. Penutup
Tugas
diakonia (pelayanan) dan marturia (kesaksian) gereja adalah dua tugas yang
tidak dapat diabaikan. Kedua-duanya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
keberadaan seorang Kristen sebagai murid Kristus. Dengan kata lain, menjadi
murid Kristus selalu menuntut seseorang untuk melayani dan memberikan kesaksian
kepada dunia tentang apa yang telah dilakukan Yesus Kristus bagi umat manusia
dan seluruh alam semesta.
Bersaksi
ternyata tidak cukup hanya dengan berkata-kata atau menceritakan kepada orang
lain apa arti keselamatan yang telah dikerjakan oleh Tuhan Yesus kepada kita.
Bersaksi ternyata harus diwujudkan lewat tindakan dan perbuatan, antara lain
dengan menolong sesama agar mereka pun merasakan arti kemerdekaan yang
dikerjakan oleh Tuhan Yesus. Kemerdekaan itu harus dipahami bukan hanya dalam
arti rohani seperti kebebasan dari dosa, melainkan juga kebebasan dari
belenggu-belenggu yang menyebabkan orang menjadi lemah, bodoh, tidak berdaya,
dan dieksploitasi. Seperti yang dikatakan oleh nabi Yesaya, ….supaya engkau
membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya
engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya
engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang
miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya
engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu
sendiri! (Yesaya 58: 6–7).
Inilah
kabar sukacita yang diberitakan Tuhan Yesus lewat pemberitaan Injil dan
pelayanan-Nya. Ia menyembuhkan orang yang sakit, memberikan makan kepada yang
lapar, menjadi sahabat bagi mereka yang tersingkirkan, dan lain-lain. Kabar
sukacita yang ini benar-benar merupakan kabar yang memerdekakan, yang nyata dan
langsung dirasakan oleh orang-orang di sekitar-Nya.
Marilah
kita menyanyikan nyanyian penutup sambil mengukuhkan tekad kita untuk bersaksi dan melayani sesama dengan lagu Nyanyian NKB 210 ”‘Ku Utus ‘Kau”.
Referensi:
Pendidikan Agama Kristen dan Budi
Pekerti Untuk SMP Kelas IX / Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.-- Edisi Revisi. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2018.
Gambar Kebaktian Gereja dari https://www.sesawi.net
Baca juga:
PAK Kelas 9 Semester 1 | |
01 | |
02 | |
03 | |
04 | |
05 | |
06 | |
07 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar